Senin, 29 Juni 2009

MAKALAH FIQIH TENTANGRIBA DAN PERBANKAN

A. RIBA
1. Arti Riba
Riba menurut etimologi
adalah kelebihan atau
tambahan, menutur etimologi,
riba artinya kelebihan
pembayaran tanpa ganti rugi
atau imbalan, yang
disyaratkan bagis salah
seorang dari dua orang yang
melakukan transaksi
Misalnya, Si A memberi
pinjaman kepada si B dengan
syarat si B harus
mengembalikan uang pokok
pinjaman dan sekian persen
tambahnya
2. Dasar Hukum Keharaman
Riba
Sebagai dasar riba dapat
diperhatikan Firman Allah
SWT, sebagai berikut;
َلَحَاَو ُهللا َعْيَبلْا َّرَحَو َم
اوبِّرلا. )ةرقبلا:275 )
Artinya.
“Sesungguhnya Allah telah
menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”. (Al-
Baqoroh / 2:275)
Riba hanyalah berlaku pada
benda – benda seperti emas,
perak, makanan dan uang.
Karena itu tidak
diperbolehkan menjual emas
dengan emas, perak dengan
perak, kecuali jika harganya
sebanding dan dilakukan
dengan kontan. Tidak
diperbolehkan menjual
sesuatu barang, dimana
barang tersebut belum berada
ditangannya (misal A membeli
barang tersebut kepada si B)
Tidak diperbolehkan pula
menjual daging dengan
binatang yang masih hidup.
Tidak diperbolehkan juga
menjual emas dengan ditukar
dengan perak yang harga
nilainya tidak sebanding.
Demikian pula menjual
makanan, tidak diperbolehkan
dijual dengan makanan
sejenis, kecuali jika sebanding
harganya. Tidak
diperbolehkan pula jual beli
barang sejenis daripadanya
dengan barang yang tidak
seimbang harganya. Tidak
diperbolehkan pula beli
barang yang belum menjadi
miliknya, misalnya menjual
burung yang bebas terbang di
udara dan lain – lain
Pada ayat ini juga
disebutkaan:
َنْيِذَّلااَهُّيآَي ْوُنَمآ ْأَتَالا
ِّرلاوُلُك اًفاَعْضااوب
ْوُقَّتاَّوًةَفَعَضُّم َهللا
ْمُكَّلَعَل َنوُحِلْفُت )لا
نارمع:13 )
Artinya :
“Hai orang – orang yang
beriman, janganlah kamu
memakan riba dengan
berlipat ganda dan
bertaqwalah kamu kepada
Allah supaya kamu
mendapatkan
keberuntungan” (Ali imran/3 :
130)
Dalam sebuah hadits
dijelaskan konsekuensi
kaharaman itu, terdapat
sanski sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.
َنَعَل ُلْوُسَر ِهللا َىّلَص
ُهللا ِهْيَلَع َمَلَسَو َلِكآ
اَبِّرلا َوُمَر ُهَلِك ُهَبِتاَكَو
ِهْيَدِهاَشَو َلَقَو ْمُه ٌءاَوَس
) هاور ملسم نع رباج )
Artinya :
“Dari Jabir, Rasulullah SAW.
Melaknat yang memakan riba,
yang mewakilinya, penulisnya
dan kedua saksinya dan Rasul
berkata, mereka semua
berdosa.” (Riwayat Muslim
dari Jabir)
Setiap orang Islam dan
mukalaf sebelum terlibat
dalam satu urusan, terlebih
dahulu wajib mengetahui apa
– apa yang dihalalkan dan
diharamkan Allah.
Sesungguhnya Allah telah
membebani kita dengan tugas
– tugas mengabdi. Oleh
karena itu,, mau tidak mau
harus memelihara apa yang
ditugaskan kepada kita. Allah
telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba
Allah telah mengayidi kata
jual beli dengan alat
memakrifatkan, yakni ْلَا dan
ُعْيَبْلَا
Jual beli ini diikat oleh
beberapa ikatan – ikatan,
syarat, dan rukun yang harus
dipelihara semua.
Jadi orang yang hendak jual
beli wajib mengetahui hal –
hal tersebut. Jika tidak, jelas
akan makan riba, mau tidak
mau
Rasulullah telah bersabda.
“Pedagang yang jujur, besok
pada hari kiamat digiring
bersama dengan orang –
orang yang jujur dan orang –
orang yang mati sahid”.
Semua itu tidak lain kecuali
karena sesuatu yang dia
lakukan yaitu berperang
melawan hawa nafsu dan
keinginan (yang
menyeleweng) serta memaksa
nafsunya untuk menjalankan
akad sesuai dengan apa yang
diperintahkan Allah. Jika
tidak, maka tak samar lagi
pasti mendapat apa yang akan
diancamkan Allah kepada
orang yang melanggar batas –
batas
Kemudian sesungguhnya
semua akad, seperti akad
ijarah (persewaaan), qirad
(andil berdagang), rohn
(gode), wakalah, wadiah,
ariah, sirkah, musaqah, dan
sebagainya, wajib dijaga
syarat – syarat dan rukun –
rukunnya
Akad nikah (malah)
membutuhkan kehati – hatian
dan ketelitian untuk
menghindari kejadian yang
ada kaitannya dengan
ketidaksempurnaan syarat
dan rukun (jika tidak sah
nikahnya lantas istri
disetubuhi, maka berarti
berzinah)
3. Macam – Macam Riba
Menurut para ulama, riba ada
empat macam
a. Riba Fadli, yaitu riba
dengan sebab tukar menukar
benda, barang sejenis (sama)
dengan tidak sama ukuran
jumlahnya. Misalnya satu ekor
kambing ditukar dengan satu
ekor kambing yang berbeda
besarnya satu gram emas
ditukar dengan seperempat
gram emas dengan kadar
yang sama. Sabda Rasul SAW
ْنَع ىِبآ ٍدْيِعَس ن ِّيِرْدُجْلا
َّنَا َلْوُسَر ِهللا ىَّلَص
ُهللا ِهْيَلَع َمَّلَسَو َلاَق:
َال ِبَهَّذلااْوُعْيِبَت َّالِا
ًالْثِم ٍلْثِمِب َالَو
اْوُّفِشُت اَهَضْعَب ىَلَع
ٍضْعَب َقِرَوْلااوُعِبَتَالَو
ِقِرَوْلاِب َّالِا ًالْثِم
ٍلْثِمِب َالَو
ىَلَعاَهَضْعَباْوُقِشُت
ٍضْعَب
ٍزِجاَنِباًبِئاَغاَهْنِماْوُعِبَتَالَو
) قفتم هيلع )
Artinya:
“ Dari Abi Said Al Khudry,
sesungguhnya Rasulullah
SAW. Telah bersabda,
“Janganlah kamu jual emas
dengan emas kecuali dalam
timbangan yang sama dan
janganlah kamu tambah
sebagian atas sebagiannya
dan janganlah kamu jual uang
kertas dengan uang kertas
kecuali dalam nilai yang
sama, dan jangan kamu
tambah sebagian atas
sebagiannya, dan janganlah
kamu jual barang yang nyata
(riil) dengan yang abstrak
(ghaib).” (riwayat Bukhari dan
muslim)
Riba Fadli atau riba
tersembunyi ini dilarang
karena dapat membawa
kepada riba nasi’ah (riba jail)
artinya riba yang nyata
b. Riba Qardhi, yaitu riba yang
terjadi karena adanya proses
utang piutang atau pinjam
meminjam dengan syarat
keuntungan (bunga) dari
orang yang meminjam atau
yang berhutang. Misalnya,
seseorang meminjam uang
sebesar sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta)
kemudian diharuskan
membayarnya Rp. 1.300.000,-
(satu juta Tiga ratus ribu
rupiah)
Terhadap bentuk transsaksi
seperti ini dapat dikategorikan
menjadi riba, seperti sabda
Rasulullah Saw.:
ُّلُك ٍضْرَق َّرَج ًةَعَفْنَم
اًبِرَوُهَف )هاور ىقهيبلا )
Artinya
“Semua piutang yang menarik
keuntungan termasuk
riba.” (Riwayat Baihaqi)
c. Riba Nasi’ah, ialah
tambahan yang disyaratkan
oleh orang yang mengutangi
dari orang yang berutang
sebagai imbalan atas
penangguhan (penundaan)
pembayaran utangnya.
Misalnya si A meminjam uang
Rp. 1.000.000,- kepada si B
dengan perjanjian waktu
mengembalikannya satu
bulan, setelah jatuh tempo si
A belum dapat
mengembalikan utangnya.
Untuk itu, si A menyanggupi
memberi tambahan
pembayaran jika si B mau
menunda jangka waktunya.
Contoh lain, si B menawarkan
kepada si A untuk membayar
utangnya sekarang atau minta
ditunda dengan memberikan
tambahan. Mengenai hal ini
Rasulullah SAW. Menegaskan
bahwa:
ْنَع ِةَرَمَس ِنْب ٍبُدْنُج َّنَا
َّيِبَّنلا ُهللاىَّلَص ِهْيَلَع
َمَّلَسَو ىهَن ْنَع ِعْيَب
ِناَوَيَحَلا ِناَوَيَحْلاِب
ًةَئْيِسَن )هاور ةسمخلا هححصو
ىدمرتلا نباو هوراجلا )
Artinya:
Dari Samrah bin Jundub,
sesungguhnya Nabi
Muhammad saw. Telah
melarang jual beli hewan
dengan hewan dengan
bertenggang waktu.” (Riwayat
Imam Lima dan dishahihkan
oleh Turmudzi dan Ibnu Jarud)
d. Riba Yad, yaitu riba dengan
berpisah dari tempat akad jual
beli sebelum serah terima
antara penjual dan pembeli.
Misalnya, seseorang membeli
satu kuintal beras. Setelah
dibayar, sipenjual langsung
pergi sedangkan berasnya
dalam karung belum
ditimbang apakah cukup atau
tidak. Jual beli ini belum jelas
yang sebenarnya. Sabda
Rasulullah SAW.
َّذلا ُبَه ٍبَهَّذلاِب
ُةَّضِفلْْاَو
ُّرُبْلاَوِةَّضِفْلاِب
ِّرُبْلاِب
ِرْيِعَّشلاِبُرْيِعَّشلاَو
ِرْمَّتلاِبُرْمَّتلاَو ُحْلِمْلاَو
ِحْلِمْلاِب ًالْثِم ٍلْثِمِب
ٍءاَوَسِبًءاَوَس
ْتَفَلَتْجَااَذِاَفٍدَيِباًدَي
ِهِذَه ُفاَنْصَالْا ْوُعِبَف
َفْيَكا ْمُتْئِش َناَكاَذِا اًدَي
ٍدَيِب )هاور ملسم )
Artinya:
“Emas dengan emas, perak
dengan perak, beras dengan
beras, gandum dengan
gandum, kurma dengan
kurma, garam dengan garam,
hendaknya serupa dan sama
banyaknya, tunai dengan
tunai, apabila berlainan
jenisnya boleh kamu menjual
sekehendamu asal tunai”.
(Riwayat Muslim)
4. Sebab – Sebab
Diharamkannya Riba
Allah SWT melarang riba
antara lain karena perbuatan
tersebut dapat merusak dan
membahayakan diri sendiri
dan merugikan serta
menyengsarakan orang lain
a. Merusak Dan Membayakan
Diri Sendiri
Orang yang melakukan riba
akan selalu menghitung –
hitung yang banyak yang akan
diperoleh dari orang yang
meminjam uang kepadanya.
Pikiran dan angan – angan
yang demikian itu akan
mengakibatkan dirinya selalu
was – was dan khawatir uang
yang telah dipinjamkan itu
tidak dapat kembali tepat
pada waktunya dengan bunga
yang besar.
Jika orang yang melakukan
riba itu memperoleh
keuntungan yang berlipat
ganda, hasilnya itu tidak akan
memberi manfaat pada
dirinya karena hartanya itu
tidak akan memberi manfaat
pada dirinya karena hartanya
itu tidak mendapat berkah
dari Allah SWT.
b. Merugikan Dan
Menyengsarakan Orang Lain
Orang yang meminjam uang
kepada orang lain pada
umumnya karena sedang
susah atau terdesak. Karena
tidak ada jalan lain, meskipun
dengan persyaratan bunga
yang besar, ia tetap bersedia
menerima pinjaman tersebut,
walau dirasa sangat berat.
Orang yang meminjam ada
kalanya bisa mengembalikan
pinjaman tepat pada
waktunya, tetapi adakalanya
tidak dapat mengembalikan
pinjaman tepat pada waktu
yang telah ditetapkan. Karena
beratnya bunga pinjaman, si
peminjam susah untuk
mengembalikan utang
tersebut. Hal ini akan
menambah kesulitan dan
kesengsaraan bagi
kehidupannya.
Haram menjual barang yang
belum diterima (oleh si
penjual). menjual hewan
dengan daging juga haram,
hutang ditukar dengan hutang
juga haram, begitupula
dengan fuduly (si penjual
bukan pemilik barangnya dan
bukan sebagai wakil), menjual
barang yang tidak dapat
dilihat atau jual belinya orang
yang tidak mukalaf, menjual
barang yang tidak ada
manfaatnya, menjual barang
yang tidak bisa diserahkan,
tanpa ijab qobul, menjual
barang yang tidak di bawah
hak milik seperti tanah mati
atau orang merdeka, menjual
barang yang samar atau najis,
seperti anjing dan menjual
barang yang memabukan atau
yang diharamkan, semua
adalah haram
Haram menjual sesuatu yang
halal dan suci kepada orang
yang diketahui bahwa sesuatu
itu akan digunakan untuk
bermaksiat
Haram menjual barang yang
dapat memabukan dan
menjual barang yang cacat
tanpa diberitahukan cacatnya
Harta peninggalan mayit tidak
sah dibagi – bagikan atau
dijual sekalipun hanya sedikit,
seperenam dirham misalnya,
selagi hutang – hutang simayit
belum dilunasi, dan wasiat –
wasiatnya harus dipenuhi. Jika
belum naik haji, padahal
sudah berkewajiban maka
harus dipungutlah dulu ongkos
untuk haji dan umrah sebelum
diwaris, kecuali (boleh dijual)
untuk memenuhi hal – hal
diatas (untuk hutang –
hutang / untuk haji/umrah)
Jadi harta peninggalan mayit
seperti digadaikan pada hal –
hal di atas. Sebagaimana
budak yang melukai, juga
tidak boleh dijual sebelum
dipenuhi hak yang berurusan
dengan dirinya, kecuali jika
yang memberi hutang (pada
sayidnya) telah mengijinkan
untuk menjual budak itu.
Haram melakukan
(mempengaruhi) minat
pembeli dengan maksud agar
tidak membeli, kemudian
disuruh membeli barang orang
yang memepengaruhi tadi.
Apabila sesudah barang
ditetapkan (sudah sama –
sama menyetujui antara
penjual dan pembeli). Juga
tidak boleh mempengaruhi
penjual dengan maksud agar
berpindah menjual kepadanya.
Apabila jika dilakukan ketika
masih hiyar, amat diharamkan
(seperti masih tawan
menawar)
Haram pula membeli barang
saat paceklik (harga pangan
mahal) dan orang yang sangat
membutuhkan bahan
makanan, dengan tujuan
untuk ditahan (disimpan) dan
akan dijual bila dengan harga
yang lebih mahal
Haram berpura – pura nawar
barang dengan harga mahal
tapi tidak bermaksud ingin
membeli tapi bermaksud
membujuk orang lain (agar
mau membeli dengan harga
mahal)
Haram memisahkan antara
budak perempuan dan
anaknya sebelum tamyiz,
semua itu haram. Demikian
pula menipu atau berkhianat
dalam urusan timbangan
takaran, meteran, htungan
dan atau berdusta
Haram menjual kapuk atau
lainnya dari barang – barang
dagangan kepada pembeli,
tetapi disamping menjual juga
memberi hutangnya kepada si
pembeli beberapa dirham.
Kemudian harga barang lebih
mahal, hal ini dilakukan oleh
si penjual karena demi
hutangnya tersebut
Demikian juga umpamanya,
memberi hutang kepada
pembuat tenun (atau penjahit)
atau lainnya dari pekerjaan
buruh, tapi sebelum diberi
hutangnya, terlebih dahulu
para peminta hutang itu
disuruh dengan upah yang
terlalu sedikit, demi hutang
tersebut. Hal ini disebut
dengan istilah rubtah, ini juga
amat haram.
Haram memberi hutangan
kepada para petani yang
bayarnya secara tempo
sampai saat panen, tapi
dengan janji supaya hasil
panen mereka dijual kepada si
pemberi utangan tersebut
dengan harga dibawah harga
umum. Hal ini disebut dengan
muqda
B. PERBANKAN
Undang – undang Nomor 14
tahun 1957 tentang Pokok
Pokok PerBankan menjelaskan
bahwa Bank adalah lembaga
keuangan yang usaha
pokoknya memeberikan kredit
dan jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran
uang. Bank itu ada yang milik
negara dan ada yang milik
swasta
1. Fungsi Bank
Fungsi Bank secara umum
sangat penting bagi
kelangsungan perekonomian
masyarakat, bangsa dan
negara. Secara khusus fungsi
Bank antara lain:
a. Sebagai sentral penyediaan
dan peredaran uang,
pengendalian inflasi, dan
jumlah peredarannya
b. Sebagai pengawasan
peredaran uang, pengendalian
inflasi dan jumlah
peredarannya
c. Tempat penyimpanan uang
dan barang berharga yang
aman bagi masyarakat dan
negara
d. Tempat tukat menukar
mata uang
e. Tempat menerima
pembayaran uang
f. Khusus Bank Islam, selain
berfungsi sebagimana di atas,
juga dapat menghilangkan
sistem bunga sehingga dapat
merangsang masyarakat
untuk berani menyimpan atau
meminjam modal untuk usaha.
Pada perkembangannya, Bank
– Bank konvensional juga
telah membuka Bank Syari’ah,
seperti Bank Syari’ah mandiri
dan Bank BNI Syari’ah
2. Pendapat Ulama Tentang
Hukum PerBankan
Pendapat para ulama Islam
mengenai hukum Bank dapat
dikelompokan menjadi tiga
pendapat, yaitu mubah,
haram, dan syubhat
a. Bank hukumnya mubah.
Alasannya bahwa disuatu
negara, keberadaan Bank
sangat dibutuhkan dan tidak
bisa ditiadakan. Bank
bermanfaat dalam kehidupan
dan kemaslahatan
masyarakat, bangsa, dan
negara. Bunga Bank berbeda
dengan riba, bunga Bank
diperoleh dari usaha
produktif, sedangkan riba
diperoleh dari pemerasan dan
akibat keterpaksaan orang –
orang yang lemah. Ulama
yang membolehkan ini
didasarkan kepada sabda
Rasulullah SAW. :
ْنَع ُهللاَيِضَرٍرَباَج ُهْنَع
َلاَق: ُتْيَتَا َّيِبَّنلا
ىَّلَص ُهللا ِهيَلَع َمَّلَسَو
َناَكَو ْيِل ِهْيَلَع ٌنْيَد
ْيِئاَضَقَف ْيِنَداَزَو )هاور
ىراخبلا ملسمو )
Artinya ;
“Dari Jabir r.a. ia telah
berkata:” aku pernah datang
kepada Nabi SAW. Dan beliau
mempunyai utang kepadaku,
kemudian beliau membayar
utangnya dan memberi
tambahan.” (Riwayat Bukhari
dan Muslim)
b. Bank hukumnya haram.
Alasannya bahwa setiap
transaksi Bank akan terdapat
unsur bunga. Bunga itu sama
dengan riba dan riba
hukumnya harap. Maka Bank
dianggap haram
c. Bank hukumnya syubhat
atau masih ragu tentang
haram atau tidak. Alasannya
bahwa pada satu sisi Bank ini
sangat dibutuhkan bagi
kehidupan perekonomian
masyarakat, bangsa, dan
negara. Di sisi lain, setiap
Bank akan ada bunganya,
yang berarti riba, sehingga
Bank itu belum jelas halal dan
haramnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar