Selasa, 23 Juni 2009

MAKALAH FIQIH TENTANGMUZARA'AH DANMUKHABAROH

I. PENDAHULUAN
Apabila kita perhatikan
kehidupan masyarakat
Indonesia yang agraris.
Praktik pemberian imbalan
atAs jasa seseorang yang
telah menggarap tanah orang
lain masih banyak
dilaksanakan pemberian
imbalan ada yang cenderung
pada praktek muzara’ah dan
ada yang cenderung pada
praktik mukhabarah. Hal
tersebut banyak dilaksanakan
oleh para petani yang tidak
memiliki lahan pertanian
hanya sebagai petani
penggarap.
Muzara’ah dan mukhabarah
ada Hadits yang melarang
seperti yang diriwayatkan oleh
(H.R Bukhari) dan ada yang
membolehkan seperti yang
diriwayatkan oleh (H.R
Muslim).
Berdasarkan pada dua Hadits
tersebut mudah – mudahan
kedua belah pihak tidak ada
yang dirugikan oleh salah satu
pihak, baik itu pemilik tanah
maupun penggarap tanah
II. MUZARA’AH DAN
MUKHABARAH
A. Pengertian Muzara’ah dan
Mukhabarah
Muzara’ah ialah mengerjakan
tanah (orang lain) seperti
sawah atau ladang dengan
imbalan sebagian hasilnya
(seperdua, sepertiga atau
seperempat). Sedangkan biaya
pengerjaan dan benihnya
ditanggung pemilik tanah
Mukhabarah ialah
mengerjakan tanah (orang
lain) seperti sawah atau
ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat).
Sedangkan biaya pengerjaan
dan benihnya ditanggung
orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian
muzara’ah dan mukhabarah
dengan ta’rif yang berbeda
tersebut karena adanya ulama
yang membedakan antara arti
muzara’ah dan mukhabarah,
yaitu Imam Rafi’I berdasar
dhahir nash Imam Syafi’i.
Sedangkan ulama yang
menyamakan ta’rif muzara’ah
dan mukhabarah diantaranya
Nawawi, Qadhi Abu Thayyib,
Imam Jauhari, Al Bandaniji.
Mengartikan sama dengan
memberi ketetntuan: usaha
mengerjakan tanah (orang
lain) yang hasilnya dibagi.
B. Dasar Hukum Muzara’ah
Dan Mukhabaroh
ْنَع ِعِفاَر ِنْب ِجْيِدَخ َلاَق
ِراَصْنَالْاَرَثْكَااَّنُك
ًالْقَح اَّنُكَف
َضْرَالْاىِرْكُن ىَلَع َّنَا
اَنَل ِهِذَه اَمَبُرَف ْتَجَرْخَأ
ِهِذَه ْمَلَو ْجِرْخُت ِهِذَه
ْنَعاَناَهَنَف َكِلَذ
Artinya :
Berkata Rafi’ bin Khadij:
“Diantara Anshar yang paling
banyak mempunyai tanah
adalah kami, maka kami
persewakan, sebagian tanah
untuk kami dan sebagian
tanah untuk mereka yang
mengerjakannya, kadang
sebagian tanah itu berhasil
baik dan yang lain tidak
berhasil, maka oleh
karenanya Raulullah SAW.
Melarang paroan dengan cara
demikian (H.R. Bukhari)
ْنَع ِنْبِا َّنَاَرَمُع ِّيِبَّنلا
ىَّلَص ُهللا ِهْيَلَع َمَّلَسَو
َلَماَع َلْهَأ َرَبْيَخ ِطْرَشِب
ُجُرْخَياَم اَهْنِم ْنِم ٍرَمَث
ٍعْرَزْوَا )هاور ملسم )
Artinya:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna
Nabi SAW. Telah memberikan
kebun kepada penduduk
khaibar agar dipelihara oleh
mereka dengan perjanjian
mereka akan diberi sebagian
dari penghasilan, baik dari
buah – buahan maupun dari
hasil pertahun (palawija)
” (H.R Muslim)
C. Pandangan Ulama
Terhadap Hukum Muzara’ah
Dan Mukhabarah
Dua Hadits di atas yang
dijadikan pijakan ulama untuk
menuaikan kebolehan dan
katidakbolehan melakukan
muzara’ah dan mukhabarah.
Setengah ulama melarang
paroan tanah ataupun ladang
beralasan pada Hadits yang
diriwayatkan oleh bukhari
tersebut di atas
Ulama yang lain berpendapat
tidak ada larangan untuk
melakukan muzara’ah
ataupun mukhabarah.
Pendapat ini dikuatkan oleh
Nawawi, Ibnu Mundzir, dan
Khatabbi, mereka mengambil
alsan Hadits Ibnu Umar yang
diriwayatkan oleh Imam
Muslim di atas
Adapun Hadits yang melarang
tadi maksudnya hanya apabila
ditentukan penghasilan dari
sebagian tanah, mesti
kepunyaan salah seorang
diantara mereka. Karena
memang kejadian di masa
dahulu, mereka memarohkan
tanah dengan syarat dia akan
mengambil penghasilan dari
sebagian tanah yang lebih
subur keadaan inilah yang
dilarang oleh Nabi
Muhammad SAW. Dalam
Hadits yang melarang itu,
karena pekerjaan demikian
bukanlah dengan cara adil
dan insaf. Juga pendapat ini
dikuatkan orang banyak.
D. Zakat Muzara’ah Dan
Mukhabarah
Zakat hasil paroan sawah atau
ladang ini diwajibkan atas
orang yang punya benih, jadi
pada muzara’ah, zakatnya
wajib atas petani yang
bekerja, karena pada
hakekatnya dialah yang
bertanam, yang punya tanah
seolah – olah mengambil sewa
tanahnya, sedangkan
penghasilan sewaan tidak
wajib dikeluarkan zakatnya
Sedangkan pada mukhabarah,
zakat diwajibkan atas yang
punya tanah karena pada
hakekatnya dialah yang
bertanam, petani hanya
mengambil upah bekerja.
Penghasilan yang didapat dari
upah tidak wajib dibayar
zakatnya. Kalau benih dari
keduanya, maka zakat wajib
atas keduanya, diambil dari
jumlah pendapatan sebelum
dibagi
III. KESIMPULAN
Mukhabarah ialah
mengerjakan tanah (orang
lain) seperti sawah atau
ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat).
Sedangkan biaya pengerjaan
dan benihnya ditanggung
orang yang mengerjakan.
Dengan adanya praktek
mukahbarah sangat
menguntungkan kedua belah
pihak. Baik pihak pemilik
sawah atau ladang maupun
pihak penggarap tanah.
Pemilik tanah lahannya dapat
digarap, sedangkan petani
dapat meningkatkan tarap
hidupnya
DAFTAR PUSTAKA
H. Sulaeman Rasyid, Fiqih
Islam, PT. Sinar Baru
Algensindo, Bnandung, 1994
Drs. Suparta dkk. Materi
Pokok Fiqih I, Universitas
terbuka, 1992
DR. (He) Drs. H.S Sholahuddin,
Fiqhul Islam, Biro Penerbit
Jurusan Syariah STAIN
Cirebon, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar