Sabtu, 18 Juli 2009

MAKALAH ILMU PENDIDIKANTENTANG PARADIGMAMENGAJAR

BAB I
PENDAHULUAN
Pada akhir tahun 2006 dan
sampai pertengahan tahun
2007, sebagian besar satuan
pendidikan sibuk dengan
pekerjaan besar, yaitu
menyusun kurikulumnya
sendiri yang sering disebut
Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Dengan
semangat otonomi dan
desentralisasi, KTSP memberi
keleluasaan sekolah untuk
mengembangkan kurikulum
sendiri. KTSP sebenarnya
positif, sebab sekolah diberi
otonomi untuk berdiskusi
terkait dengan standar
Kompetensi yang telah
ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Hanya saja, sebagian
besar guru belum terbiasa
untuk mengembangkan
model-model kurikulum.
Selama ini mereka diperintah
untuk melaksanakan
kewajiban yang sudah baku,
yakni kurikulum yang dibuat
dari "pusat". Penerapan KTSP
tersebut berimplikasi pada
bertambahnya beban bagi
guru. Penerapan KTSP
mengandaikan guru bisa
membuat kurikulum untuk
tiap mata pelajaran, padahal,
selama ini guru sudah terbiasa
mengikuti kurikulum yang
ditetapkan pemerintah.
Pemberdayaan guru dalam
KTSP ini akan lebih baik,
karena guru harus
memikirkan perencanaan
penyampaian materinya.
Penerapan KTSP memberikan
peluang bagi setiap sekolah
untuk menyusun kurikulumnya
sendiri, dan untuk itu tiap
guru yang akan mengajar di
kelas dituntut memiliki
kemampuan menyusun
kurikulum yang tepat bagi
peserta didiknya.
Banyak hasil yang diperoleh
dari kegiatan penyusunan
KTSP tersebut, tidak saja
berupa silabus dan rencana
pembelajaran serta
keterampilan menerapkannya,
tetapi juga memberi
pengalaman baru bagi guru
tentang bagaimana berpikir
tentang masa depan
pendidikan bagi peserta
didiknya. Bekal pengetahuan
dan keterampilan tersebut
akan digunakan guru dalam
mengimplementasikan KTSP.
Dari sekian macam kegiatan
yang dilakukan, guru masih
meragukan hal-hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan
KTSP antara lain tentang
waktu yang diperlukan
peserta didik untuk "tuntas"
pada kompetensi dasar
tertentu. Hal itu disebabkan
adanya kebiasaan guru yang
biasanya selesai diterangkan
selama 15 menit, tetapi
dengan sistem pembelajaran
pada KTSP, guru seolah
menjadi repot dan misalnya
butuh waktu lama. Ini berarti
bahwa guru masih merasa
bahwa cara-cara yang
dilakukan dalam mengajar
selama ini diangggap sudah
baik dan guru sudah "hafal"
dengan cara-cara tersebut.
Apalagi dengan
bertambahnya tugas guru
dalam melakukan penilaian
terhadap peserta didiknya,
karena peserta didik harus
dinilai tidak hanya aspek
kognitifnya tetapi juga aspek
afektif dan psikomotornya
Padahal, dengan cara-cara
seperti yang dilakukannya
bertahun-tahun, ¬hasil atau
mutu pendidikan kita
sekarang dianggap masih
rendah dan¬ peserta didik kita
masih belum dapat bersaing
dengan negara lain.
BAB II
PERMASALAHAN DAN
PEMBAHASAN
A. Keunggulan Dan
Kelemahan KTSP
KTSP yang juga. merupakan
Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) memiliki
berbagai keunggulan dan
kelemahan. Keunggulan
konsep ini, meski bukan
format satu-satunya untuk
mengantisipasi permasalahan
pendidikan, namun secara
umum, KTSP bisa 'diandalkan'
menjadi patokan menghadapi
tantangan masa depan dengan
pembekalan keterampilan
pada peserta didik.
Keunggulan lain, KTSP
memiliki kemampuan
beradap¬tasi dengan
daerah ,setempat, karena
keterampilan yang diajarkan
berdasar¬kan pada
lingkungan dan kemampuan
peserta didik. Di samping itu
juga adanya penghargaan bagi
pribadi peserta didik. Peserta
didik yang mampu menyerap
materi dengan cepat akan
diberi tambahan materi
sebagai pengayaan, dan
peserta didik yang kurang
akan ditangani oleh guru
dengan penuh kesabaran
dengan mengulang materinya
atau memberi remedial.
Peserta didik juga diajak
bicara, diskusi, wawancara
dan membahas masalah-
masalah yang kontekstual,
yang dalam kenyataannya
memang diperlukan sehingga
peserta didik menjadi lebih
mengerti dan menjiwai
permasalahannya karena
sesuai dengan keadaan
peserta didik dalam kehidupan
sehari-hari. Peserta. didik
tidak hanya dituntut untuk
menghafal namun yang lebih
penting sudah adalah belajar
proses sehingga men dorong
peserta didik untuk meneliti
dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, kesulitan yang
mung¬kin saja timbul dari
pelaksanaan KTSP ini adalah
diperlukannya waktu yang
cukup oleh pendidik dalam
membina perkembangan
peserta didiknya, ter¬utama
peserta didik yang
berkemam¬puan di bawah
rata-rata. Kenyataan
membuktikan, kondisi sosial
dan ekonomi yang menghimpit
kesejahteraan hidup para
guru, menyebabkan mereka
kurang berkonsentrasi dalam
proses pembelajaran. Belum
lagi mengingat kualitas guru
yang kurang merata di setiap
daerah. Ini artinya, KTSP
menghadapi kendala daya
kreativitas dan beragamnya
kapasitas guru untuk
membuat. kurikulum sendiri.
Kendala lain, KTSP menuntut
kemampuan guru dalam
menjalankan pembelajaran
berbasis kompetensi dengan
merencanakan sendiri
bagaimana strategi yang tepat
diterapkan sesuai dengan
kondisi dan kemampuan
daerah setempat. Di samping
masalah fasilitas pendidikan di
sekolah yang masih sangat
minim. Padahal konsep ini
lebih menitikberatkan pada
praktek di lapangan sesuai
dengan kompetensi yang
dimiliki dibanding teori
semata. Kendala lain yang
dialami guru adalah
ketidakpahaman mengenai
apa dan bagaimana
melakukan evaluasi dengan
portofolio. Karena
ketidakpahaman ini mereka
kembali kepada pola
assessment lama dengan tes-
tes dan ulangan-ulangan yang
cognitive-based semata. Tidak
adanya model sekolah yang
bisa dijadikan sebagai rujukan
membuat para guru tidak
mampu melakukan
perubahan, apalagi lompatan,
dalam proses peningkatan
kegiatan belajar
mengararnya.
Berkenaan dengan tidak
ada¬nya target materi dalam
KTSP, di satu pihak KTSP
menekankan kom¬petensi
peserta didik yang berarti
proses belajar harus
diperhatikan oleh guru, di
pihak lain materi meskipun
tidak diprioritaskan tetapi
akhirnya harus diselesaikan
juga. Dengan demikian guru
harus berpacu dengan waktu,
sementara proses belajar
tidak dapat dipastikan
keber¬hasilannya. Hal ini
berdampak pada rendahnya
hasil belajar peserta didik
yang dibinanya, yang berujung
pada penolakan kebijakan
pemerintah ten¬tang Ujian
Nasional (UN) sebagai dasar
penentuan kelulusan peserta
didiknya.
B. Guru Sebagai Fasilitator
Dalam Membantu Peserta
Didik Membangun
Pengetahuan
Salah satu ciri pembelajaran
efektif adalah
mengembangkan pemi¬kiran
bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan
sendiri, dan mengkonstruksi
sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya (Dit-
PLP, 2003). Ciri inilah yang
dikembangkan dalam
pembelajaran KTSP dan
berkaitan dengan filsafat
konstruktivisme.
Tugas penting guru pada
pendidikan formal di sekolah
di antaranya adalah
membantu peserta didik untuk
mengenal dan mengetahui
sesuatu, terutama
memperoleh penge¬tahuan.
Dalam pengertian
konstruk¬tivisme,
pengetahuan itu merupakan
"proses menjadi", yang pelan-
pelan menjadi lebih lengkap
dan benar. Pengetahuan itu
dapat dibentuk secara pribadi
dan peserta didik itu sendiri
yang membentuknya.
Peran guru atau pendidik
adalah sebagai fasilitator atau
moderator dan tugasnya
adalah merangsang atau
memberikan stimulus,
membantu peserta didik untuk
mau belajar sendiri dan
merumuskan pengertiannya.
Guru juga meng¬evaluasi
apakah gagasan peserta didik
itu sesuai dengan gagasan
para ahli atau tidak.
Sedangkan tugas peserta didik
aktif belajar, mencerna, dan
memodifikasi gagasan
sebelumnya. Dalam KTSP
dianut bentuk pem¬belajaran
yang ideal yaitu
pem¬belajaran peserta didik
aktif dan kritis. Peserta didik
tidak kosong, tetapi sudah ada
pengertian awal tertentu yang
harus dibantu untuk
ber¬kembang. Maka
modelnya adalah model
dialogis, model mencari
ber¬sama antara guru dan
peserta didik. Peserta didik
dapat mengungkapkan
gagasannya, dapat mengkritik
pen¬dapat guru yang
dianggap kurang tepat, dapat
mengungkapkan jalan
pikirannya yang lain dari guru.
Guru tidak menjadi diktator
yang hanya menekankan satu
nilai satu jalan keluar, tetapi
lebih demokratis. Dalam
KTSP, pendidikan yang benar
harus membebaskan peserta
didik untuk berpikir,
berkreasi, dan berkembang.
Implementasi KTSP
sebenarnya membutuhkan
penciptaan iklim pen¬didikan
yang memungkinkan
tumbuhnya semangat
intelektual dan ilmiah bagi
setiap guru, mulai dari rumah,
di sekolah, maupun di
masyarakat. Hal ini berkaitan
adanya pergeseran peran
guru yang semula lebih
sebagai instruktor atau selalu
memberi instruksi dan kini
menjadi fasilitator
pembelajaran. Guru dapat
melakukan upaya-upaya
kreatif serta inovatif dalam
bentuk penelitian tindakan
terhadap berbagai teknik atau
model pengelolaan
pembelajaran yang mam¬pu
menghasilkan lulusan yang
kompeten.
C. Perlunya Perubahan
Paradigma Mengajar
Dengan KTSP, guru mengajar
supaya peserta didik
memahami yang diajarkan dan
mampu memanfaatkannya
dengan menerapkan
pemahamannya baik untuk
memahami alami lingkungan
sekitar maupun untuk solusi
atau pemecahan masalah
sehari-hari. Kegiatan
mengajar bukan sekedar
mengingat fakta untuk
persediaan jawaban tes
sewaktu ujian. Akan tetapi,
kegiatan mengajar juga
diharapkan mampu
memperluas wawasan
pengetahuan, meningkatkan
keteram¬pilan, dan
menumbuhkan sejumlah sikap
positif yang direfleksikan
peserta didik melalui cara
berpikir dan cara bertindak
atau berperilaku sebagai
dampak hasil belajamya. Oleh
karena itu cara guru mengajar
perlu diubah. Ditinjau dari
esensi proses
pembelajarannya, perlu
adanya pengubahan
paradigma
"mengajar" (teaching)
men¬jadi
"membelajarkan" (learning
how to learn) sehingga proses
belajarnya cenderung dinamis
dan bersifat praktis dan
analitis dalam dua dimensi
yaitu: pengembangan proses
eksplorasi dan proses
kreativitas. Proses eksplorasi
menjadi titik pijak untuk
menggali pengalaman dan
penghayatan khas peserta
didik, bukan dari pihak luar,
bukan dari apa yang dimaui
orang tua, guru, maupun
masyarakat bahkan
pemerintah sekalipun. Dari
proses tersebut dikembangkan
prakarsa untuk
bereksperimen-kreatif,
berimajinasi-kreatif dengan
metode belajar yang
memungkinkan peserta didik
untuk melatih inisiatif
berpikir, mentradisikan
aktivitas kreatif,
mengem¬bangkan
kemerdekaan berpikir,
mengeluarkan ide,
menumbuhkan kenikmatan
bekerjasama, memecahkan
masalah-masalah hidup dan
kehidupan nyata. Karena itu,
dalam proses pembelajaran
seharusnya tampak dalam
bentuk kegiatan prakarsa
bebas (independent study),
komunikasi dialogis antar
peserta didik maupun antara
peserta didik dan guru,
spontanitas kreatif, yang
kadang-kadang terkesan
kurang tertib menurut
pandangan pendidikan. Guru
perlu menyediakan beragam
kegiatan pembelajaran yang
berimplikasi pada beragamnya
pengalaman belajar supaya
peserta didik mampu
mengembangkan kompetensi
setelah menerapkan
pemahamannya
pengetahuannya. Untuk itu
strategi belajar aktif melalui
multi ragam metode sangat
sesuai untuk digunakan ketika
akan menerapkan KTSP.
Dalam pendidikan
matematika, Marpaung (2003)
menyatakan perlu¬nya
melakukan perubahan/
pergeser¬an paradigma dari
paradigma meng¬ajar ke
paradigma belajar. Lebih
lanjut Marpaung memerinci
karakteristik paradigma
belajar, yaitu: peserta didik
aktif guru aktif, pengetahuan
dikonstruksi, menekankan
proses dan produk,
pembelajaran luwes dan
menyenangkan, sinergi pikiran
dan tubuh, berorientasi pada
peserta didik, asesmen
bersifat realistik, dan
kemam¬puan sebagai suatu
penguasaan hubungan antar
pengetahuan yang tersusun
dalam suatu jaringan. Untuk
itu dituntut komitmen guru
untuk berubah, bersikap
sabar, bersikap positif, ramah
dan memiliki kom¬petensi
tinggi. Bentuk-bentuk
penilaian yang dapat
digunakan oleh guru tidak
hanya berupa penilaian
"tradisional" yaitu hanya
melakukan kegiatan ulangan
harian tetapi perlu
dikem¬bangkan penilaian
"alternatif", antara lain
adalah portofolio, tugas
kelompok, demonstrasi, dan
laporan tertulis. Sebagai
penjabarannya antara lain,
portofolio; merupakan
kumpulan tugas yang
dikerjakan peserta didik
dalam konteks belajar dalam
kehi¬dupan sehari-hari.
Peserta didik diharapkan
untuk mengerjakan tugas
tersebut supaya lebih kreatif.
Mereka memperoleh
kebebasan dalam belajar
sekaligus memperoleh
kesempatan luas untuk
berkembang serta merekapun
termotivasi. Penilaian ini tidak
perlu mendapatkan penilaian
angka, melainkan melihat
pada proses peserta didik
sebagai pembelajaran aktif.
Sebagai contoh, peserta didik
diminta untuk melakukan
survei mengenai jenis-jenis
pekerjaan di lingkungan
rumahnya.
Tugas kelompok, dalam
pembe¬lajaran kontekstual
berbentuk pengerjaan proyek.
Kegiatan ini merupakan cara
untuk mencapai tujuan
akademik sambil
mengakomodasi perbedaan
gaya belajar, minat, serta
bakat dari masing-masing
peserta didik. Isi dari proyek
akademik terkait dengan
konteks kehidupan nyata, oleh
karena itu tugas ini dapat
meningkatkan partisipasi
peserta didik. Sebagai contoh,
peserta didik diminta
membentuk kelompok projek
untuk menyelidiki penyebab
pencemaran sungai di
lingkungan peserta didik.
Demonstrasi, peserta didik
diminta menampilkan hasil
penugasan kepada orang lain
mengenai kompetensi yang
telah mereka kuasai.
Demonstrasi ini dapat
dilakukan di kelas atau di luar
kelas. Di dalam kelas antara
lain dapat dilakukan dalam
kegiatan laboratorium IPA, di
lapangan olahraga untuk
pelajaran Pendidikan Jasmani
dan Olahraga. Di luar kelas
antara lain peserta didik
diminta membentuk kelompok
untuk membuat naskah drama
dan mementaskannya dalam
pertunjukan, para penonton
dapat memberikan evaluasi
pertunjukan peserta didik.
BAB III
PENUTUP
Guru adalah komponen pokok
dalam sistem pendidikan. Oleh
sebab itu suksesnya
pelaksanaan KTSP sangat
tergantung pada sikap guru
alam mengajar. Kurikulum
yang selama ini dibuat dari
pusat menye¬babkan
kreativitas guru kurang
terpupuk, tetapi dengan KTSP,
kreativitas guru bisa
berkembang. Menggunakan
paradigma lama dalam
mengajar untuk menghadapi
tantangan baru dan situasi
baru jelas kurang efektif.
Agar kualitas pendidikan kita
meningkat, guru perlu
melakukan introspeksi dan
mau mengubah paradigma
mengajar, cara berpikir serta
mempraktekkan
pembelajaran dengan
menggunakan paradigma
belajar. Guru sebagai ujung
tombak pembelajaran sudah
sekian lama menggunakan
metode lama, ia menjadi
sumber belajar utama.
Para¬digma mengajar
tersebut itu harus diubah
dengan menggiatkan peserta
didik agar dapat mencapai
komepetensinya melalui
penguasaan materi ajar.
DAFTAR PUSTAKA
Dit-PLP-Ditjen Dikdasmen-
Depdiknas.(2003). Pendekatan
Kontekstual (Contextual
Teaching and Learning).
Jakarta.
Marpaung (2003). lnovasi
Pendidikan. Makalah
disampaikan pada Penlok
Kepala BPG dan Kepala Dinas
Kota Kabupaten serta
Widyaiswara Matematika dan
Kasi Pelnis BPG di PPPG
Matematika Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar