Senin, 03 Agustus 2009

MAKALAH PENDIDIKANAGAMA ISLAM TENTANGHUBUNGAN AGAMA DENGANMANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama memberikan
penjelasan bahwa manusia
adalah mahluk yang memilki
potensi untuk berahlak baik
(takwa) atau buruk (fujur)
potensi fujur akan senantiasa
eksis dalam diri manusia
karena terkait dengan aspek
instink, naluriah, atau hawa
nafsu, seperti naluri makan/
minum, seks, berkuasa dan
rasa aman. Apabila potentsi
takwa seseorang lemah,
karena tidak terkembangkan
(melalui pendidikan), maka
prilaku manusia dalam
hidupnya tidak akan berbeda
dengan hewan karena
didominasi oleh potensi
fujurnya yang bersifat
instinktif atau implusif (seperti
berjinah, membunuh, mencuri,
minum-minuman keras, atau
menggunakan narkoba dan
main judi).
Agar hawa nafsu itu
terkendalikan (dalam arti
pemenuhannya sesuai dengan
ajaran agama), maka potensi
takwa itu harus
dikembangkan, yaitu melalui
pendidikan agama dari sejak
usia dini. Apabila nilai-nilai
agama telah terinternalisasi
dalam diri seseorang maka dia
akan mampu mengembangkan
dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu
karakteristiknya adalah
mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan
hawa nafsu yang tidak sesuai
dengan ajaran agama.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang
akan dibahas dalam proses
penyusunan makalah ini
adalah “Hubungan Manusia
Dengan Agama”.
Untuk memberikan kejelasan
makna serta menghindari
meluasnya pembahasan, maka
dalam makalah ini
masalahnya dibatasi pada :
1. Pengertian Agama
2. Konsepsi Agama
3. Hubungan Agama Dan
Manusia
4. Agama Sebagai Petunjuk
Tata Sosial
C. Tujuan Penulisan
Pada dasarnya tujuan
penulisan makalah ini terbagi
menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan khusus.
Tujuan umum dalam
penyusunan makalah ini
adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah
Pendidikan Agama.
Adapun tujuan khusus dari
penyusunan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui
pengertian agama
2. Untuk mengetahui Konsepsi
agama
3. Untuk mengetahui
Hubungan agama dengan
manusia
4. Untuk mengetahui bahwa
agama adalah pedoman tata
sosial manusia
D. Metode Penulisan
Dalam proses penyusunan
makalah ini menggunakan
motede heuristic. Metode
yaitu proses pencarian dan
pengumpulan sumber-sumber
dalam melakukan kegiatan
penelitian. Metode ini dipilih
karena pada hakekatnya
sesuai dengan kegiatan
penyusunan dan penulisan
yang hendak dilakukan. Selain
itu, penyusunan juga
menggunakan studi literatur
sebagai teknik pendekatan
dalam proses penyusunannya.
E. Sestimatika Penulisan
Sistematika penyusunan
makalah ini dibagi menjadi
tiga bagian utama, yang
selanjutnya dijabarkan sebagai
berikut :
Bagaian kesatu adalah
pendahuluan. Dalam bagian
ini penyusun memeparkan
beberapa Pokok
permasalahan awal yang
berhubungan erat dengan
permasalah utama. Pada
bagian pendahuluan ini di
paparkan tentang latar
belakang masalah batasan,
dan rumusan masalah, tujuan
penulisan makalah, metode
penulisan dan sistematika
penulisan makalah.
Bagian Kedua yaitu
pembahasan. Pada bagian ini
merupakan bagaian utama
yang hendak dikaji dalam
proses penyusunan makalah.
Penyususn berusaha untuk
mendeskripsikan berbagai
temuan yang berhasil
ditemukan dari hasil
pencarian sumber/bahan.
Bagian ketiga yaitu
Kesimpulan. Pada
Kesempatan ini penyusun
berusaha untuk
mengemukakan terhadap
semua permasalahan-
permasalahan yang
dikemukakan oleh penyusun
dalam perumusan masalah.
BAB II
HUBUNGAN MANUSIA DAN
AGAMA
A. Pengertian Agama
Agama menurut bahasa
sangsakerta, agama berarti
tidak kacau (a = tidak gama =
kacau) dengan kata lain,
agama merupakan tuntunan
hidup yang dapat
membebaskan manusia dari
kekacauan. Didunia barat
terdapat suatu istilah umum
untuk pengertian agama ini,
yaitu : religi, religie, religion,
yang berarti melakukan suatu
perbuatan dengan penuh
penderitaan atau mati-matian,
perbuatan ini berupa usaha
atau sejenis peribadatan yang
dilakukan berulang-ulang.
Istilah lain bagi agama ini
yang berasal dari bahasa
arab, yaitu addiin yang
berarti : hukum, perhitungan,
kerajaan, kekuasaan,
tuntutan, keputusan, dan
pembalasan. Kesemuanya itu
memberikan gambaran bahwa
“addiin” merupakan
pengabdian dan penyerahan,
mutlak dari seorang hamba
kepada Tuhan penciptanya
dengan upacara dan tingkah
laku tertentu, sebagai
manifestasi ketaatan tersebut
(Moh. Syafaat, 1965).
Dari sudut sosiologi, Emile
Durkheim (Ali Syari’ati, 1985 :
81) mengartikan agama
sebagai suatu kumpulan
keayakinan warisan nenek
moyang dan perasaan-
perasaan pribadi, suatu
peniruan terhadap modus-
modus, ritual-ritual, aturan-
aturan, konvensi-konvensi dan
praktek-praktek secara sosial
telah mantap selama genarasi
demi generasi.
Sedangkan menurut M. Natsir
agama merupakan suatu
kepercayaan dan cara hidup
yang mengandung faktor-
faktor antara lain :
a. Percaya kepada Tuhan
sebagai sumber dari segala
hukum dan nilai-nilai hidup.
b. Percaya kepada wahyu
Tuhan yang disampaikan
kepada rosulnya.
c. Percaya dengan adanya
hubungan antara Tuhan
dengan manusia.
d. Percaya dengan hubungan
ini dapat mempengaruhi
hidupnya sehari-hari.
e. Percaya bahwa dengan
matinya seseorang, hidup
rohnya tidak berakhir.
f. Percaya dengan ibadat
sebagai cara mengadakan
hubungan dengan Tuhan.
g. Percaya kepada keridhoan
Tuhan sebagai tujuan hidup di
dunia ini.
Sementara agama islam dapat
diartikan sebagai wahyu Allah
yang diturunkan melalui para
Rosul-Nya sebagai pedoman
hidup manusia di dunia yang
berisi Peraturan perintah dan
larangan agar manusia
memperoleh kebahagaian di
dunia ini dan di akhirat kelak.
B. Konsepsi Agama
Dalam Al-Qur’an Surat Al-
Bakoroh 208, Allah
berfirman :
اهياي نيدلا اولخدااونما ىف
ملسلا ةفاك اوعبتتالو توطخ
نطيشلا هنا مكل دع نيبمو
Artinya : Hai orang-orang
yang beriman masuklah kamu
kedalam islam secara utuh,
keseluruhan (jangan sebagian-
sebagaian) dan jangan kamu
mengikuti langkah setan,
sesunggungnya setan itu
musuh yang nyata bagimu.
Kekaffahan beragama itu
telah di contohkan oleh
Rosulullah sebagai uswah
hasanah bagi umat islam
dalam berbagai aktifitas
kehidupannya, dari mulai
masalah-masalah sederhana
(seperti adab masuk WC)
samapi kepada masalah-
masalah komplek (mengurus
Negara). Beliu telah
menampilkan wujud islam itu
dalam sikap dan prilakunya
dimanapun dan kapanpun
beliu adalah orang yang
paling utama dan sempurna
dalam mengamalkan ibadah
mahdlah (habluminallah) dan
ghair mahdlah
(hablumminanas).
Meskipun beliau sudah
mendapat jaminan maghfiroh
(ampunan dari dosa-dosa) dan
masuk surga, tetapi justru
beliau semakin meningkatkan
amal ibadahnya yang wajib
dan sunah seperti shalat
tahajud, zdikir, dan
beristigfar. Begitupun dalam
berinteraksi sosial dengan
sesama manusia beliu
menampilkan sosok pribadi
yang sangat agung dan mulia.
Kita sebagai umat islam
belum semuanya beruswah
kepada Rasulullah secara
sungguh-sungguh, karena
mungkin kekurang pahaman
kita akan nilai-nilai islam atau
karena sudah terkontaminasi
oleh nilai, pendapat, atau
idiologi lain yang
bersebrangan dengan nilai-
nilai islam itu sendiri yang di
contohkan oleh Rasulullah
SAW.
Diantara umat islam masih
banyak yang menampilkan
sikap dan prilakunya yang
tidak selaras, sesuai dengan
nila-nilai islam sebagai agama
yang dianutnya. Dalam
kehidupan sehari-hari sering
ditemukan kejadian atau
peristiwa baik yang kita lihat
sendiri atau melalui media
masa mengenai contoh-contoh
ketidak konsistenan (tidak
istikomah) orang islam dalam
mempedomani islam sebagai
agamanya.
C. Hubungan Agama Dan
Manusia
Kondisi umat islam dewasa ini
semakin diperparah dengan
merebaknya fenomena
kehidupan yang dapat
menumbuhkembangkan sikap
dan prilaku yang a moral atau
degradasi nilai-nilai
keimanannya.
Fenomena yang cukup
berpengaruh itu adalah :
1. Tayangan media televisi
tentang cerita yang bersifat
tahayul atau kemusrikan, dan
film-film yang berbau porno.
2. Majalah atau tabloid yang
covernya menampilkan para
model yang mengubar aurat.
3. Krisis ketauladanan dari
para pemimpin, karena tidak
sedikit dari mereka itu justru
berprilaku yang menyimpang
dari nilai-nilai agama.
4. Krisis silaturahmi antara
umat islam, mereka masih
cenderung mengedepankan
kepentingan kelompoknya
(partai atau organisasi)
masing-masing.
Sosok pribadi orang islam
seperti di atas sudah barang
tentu tidak menguntungkan
bagi umat itu sendiri,
terutama bagi kemulaian
agama islam sebagai agama
yang mulia dan tidak ada yang
lebih mulia di atasnya. Kondisi
umat islam seperti inilah yang
akan menghambat kenajuan
umat islam dan bahkan dapat
memporakporandakan ikatan
ukuwah umat islam itu sendiri.
Agar umat islam bisa bangkit
menjadi umat yang mampu
menwujudkan misi “Rahmatan
lil’alamin” maka seyogyanya
mereka memiliki pemahaman
secara utuh (Khafah) tentang
islam itu sendiri umat islam
tidak hanya memiliki kekuatan
dalam bidang imtaq (iman dan
takwa) tetapi juga dalam
bidang iptek (ilmu dan
teknologi). Mereka
diharapkan mampu
mengintegrasikan antara
pengamalan ibadah ritual
dengan makna esensial ibadah
itu sendiri yang
dimanifestasikan dalam
kehidupan sehari-hari,
seperti : pengendalian diri,
sabar, amanah, jujur, sikap
altruis, sikap toleran dan
saling menghormatai tidak
suka menyakiti atau
menghujat orang lain. Dapat
juga dikatakan bahwa umat
islam harus mampu menyatu
padukan antara mila-nilai
ibadah mahdlah
(hablumminalaah) dengan
ibadag ghair mahdlah
(hamlumminanas) dalam
rangka membangun “Baldatun
thaibatun warabun ghafur”
Negara yang subur makmur
dan penuh pengampunan
Allah SWT.
D. Agama Sebagai Petunjuk
Tata Sosial
Rosulullah SAW bersabda :
“Innamaa bu’itstu liutammima
akhlaaq” Sesungguhnya aku
diutus untuk
menyempurnakan akhlak.
Yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan akhlak
adalah orang tua, guru, ustad,
kiai, dan para pemimpin
masyarakat.
Pendidikan akhlak ini sangat
penting karena menyangkut
sikap dan prilaku yang musti
di tampilkan oleh seorang
muslim dalam kehidupan
sehari-hari baik personal
maupun sosial (keluarga,
sekolah, kantor, dan
masyarakat yang lebih luas).
Akhlak yang terpuji sangat
penting dimiliki oleh setiap
muslim (masyarakat sebab
maju mumdurnya suatu
bangsa atau Negara amat
tergantung kepada akhlak
tersebut.
Untuk mencapai maksud
tersebut maka perlu adanya
kerja sama yang sinerji dari
berbagai pihak dalam
menumbuhkembangkan
akhlak mulya dan
menghancur leburkan faktor-
faktor penyebab maraknya
akhlak yang buruk.
BAB III
KESIMPULAN
Agama menurut bahasa
sangsakerta, agama berarti
tidak kacau (a = tidak gama =
kacau) dengan kata lain,
agama merupakan tuntunan
hidup yang dapat
membebaskan manusia dari
kekacauan.
Kita sebagai umat islam
belum semuanya beruswah
kepada Rasulullah secara
sungguh-sungguh, karena
mungkin kekurang pahaman
kita akan nilai-nilai islam atau
karena sudah terkontaminasi
oleh nilai, pendapat, atau
idiologi lain yang
bersebrangan dengan nilai-
nilai islam itu sendiri yang di
contohkan oleh Rasulullah
SAW.
Agar umat islam bisa bangkit
menjadi umat yang mampu
menwujudkan misi “Rahmatan
lil’alamin” maka seyogyanya
mereka memiliki pemahaman
secara utuh (Khafah) tentang
islam itu sendiri umat islam
tidak hanya memiliki kekuatan
dalam bidang imtaq (iman dan
takwa) tetapi juga dalam
bidang iptek (ilmu dan
teknologi).
Pendidikan akhlak ini sangat
penting karena menyangkut
sikap dan prilaku yang musti
di tampilkan oleh seorang
muslim dalam kehidupan
sehari-hari baik personal
maupun sosial (keluarga,
sekolah, kantor, dan
masyarakat yang lebih luas).
Akhlak yang terpuji sangat
penting dimiliki oleh setiap
muslim (masyarakat sebab
maju mumdurnya suatu
bangsa atau Negara amat
tergantung kepada akhlak
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak,
Bulan Bintang, Jakarta. 1968.
Bakar Atjeh, Abu. Mutiara
Akhlak 1, Bulan Bintang,
Jakarta.1968.
Hasan, Ali H.M. Agama Islam.
Jakarta: Direktorat Jendral
Pembinaan Kelambagaan
Agama Islam. 1994/1995.
Dr. H. Syamsu Yusuf LN,
M.Pd.. Psikologi Belajar
Agama. Pustaka Bani Qurais.
Bandung. 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar