Minggu, 30 Agustus 2009

MAKALAH SEJARAH TENTANGPULAU BALI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bali adalah tempat
berkembangnya agama Hindu
dan Hampir seluruh
Masyarakatnya menjadi
penganutnya. Agama Hindu di
Bali mulai tumbuh dan
berkembang sejak abad ke –
8, bersamaan dengan
pertumbuhan agama Hindu di
Jawa Tengah, Agama Hindu
banyak pengaruhnya terhadap
kebudayaan setempat, juga
terhadap sistem pemerintah
Berita Cina menyebutkan pada
abad ke – 7 ada daerah
Dwapatan (Bali) yang
mempunyai adat yang sama
dengan Jawa (Holing). Prsasti
Bali 804 Caka (882 M)
menyebutkan pemberian izin
pembuatan pertapaan di bukit
Kintamani. Prasasti berangka
tahun 896 caka (991 M) isinya
menyebutkan tempat suci dan
istana Raja terletak di
Singhamandawa dekat Sanur
berhuruf Dewa Nagari dan
Bali Kuno
Kitab Usana Bali abad ke 16
menyebutkan Raja Jayapangus
memerintah setelah Raja
Jayakusuma. Ia Raja
penyelamat Bali yang terkena
malapetakaa karena lupa
menjalankan ibadah Raja ini
juga mendapat wahyu untuk
melakukan upacara agama
kembali yang sekarangsebagai
hari Galungan
Raja – Raja Bali:
a. Khesari Warmadewa yang
beristana di Singhadwala
menurunkan Wangsa
Warmadewa
b. Ugrasena
c. Raja Haji Tabanendra
Warmadewa ia di candikan di
Air Mandu
d. Raja Jayasingha Wamadewa
ia membangun pemandian di
Desa Manukraya yaitu
Pemandian Tirta Empul dekat
tampak Siring tahun 960
e. Raja Jayasadhu Warmadewa
f. Sri MahaRaja Sri Wijaya
Mahdewi (mungkin dari
Sriwijaya)
g. Raja Udayana yang
memerintah bersama istrinya
yakni Gunapriyadarmapatni
yang melahirkan Airlangga,
Marakata, Anak wungsu
h. Marakata bergelar
Marakata Utungga Dewa yang
di segani rakyatnya, ia
membangun bangunan suci di
Gunung Kawi, Tampak Siring
Bali
i. Anak Wungsu, mengaku
penjelmaan Wisnu yang masa
pemerintahannya di bantu 10
senopati rakyat hidup dari
bertani, binatang yang
berharga adalah Kuda. Untuk
golongan pedagang laki – laki
disebut Wanigrama dan untuk
perempuan disebut Wanigrami
j. Raja Walaprabu
k. Raja Jayasakti, pada masa
pemerintahanya ada dua kitab
undang – undang yakni UU
Utara Widdi Balawan dan Raja
Wacana (Rajaniti)
l. Jayapangus yang dikenal
penyelamat negara karena
mengajak rakyatnya kemBali
melakukan upacara agama
sehingga mendapat wahyu
(Hari Galungan)
B. Perumusan Masalah
Sistem pembagian Raja – Raja
di Bali di dasarkan atas
keturunan, biasanya pengganti
Raja yang meninggal adalah
putra laki – laki tua atau satu
– satunya putra laki – laki
yang lahir dari permaisuri
yang berasal dari golongan
bangsawan (Ksatria). Tetapi
apabila putra mahkota
pengganti Raja tersebut masih
di bawah umur, biasanya
diwakili oleh ibunya atau salah
seorang bangsawannya yang
di pilih pada penggawa
pendanda istana
Dalam menjalankan
pemerintahan, Raja dibantu
oleh pejabat pemerintah yang
masing – masing menduduki
fungsi tertentu. Raja di
dampingi oleh sebuah Dewan
Kerajaan yang di sebut
Pasamuan Agung. Tugas
Pokok dari Pasamuan Agung
adalah memberikan nasihat
dan pertimbangan para Raja
dalam memecahkan masalah
– masalah yang berhubungan
dengan pemerintahan. Selain
itu mereka juga di tugasi
untuk mengurus hubungan
dengan penguasa di luar
Kerajaan
Raja juga dibantu oleh patih,
Prebekel atau Pambekel dan
penggawa – penggawa
daerah. Penggawa –
penggawa ini kedudukanya
sama dengan kepala distrik.
Di Kerajaan Buleleng disebut
Pembekel Gede yang
kebanyak mempunyai darah
keturunan maju dan
bertempat tinggal di Puri
Masyarakat Bali hidup dari
bercocok tanam, berternak
dan berdagang, mereka
menghiasi mayat yang telah
meninggal dengan emas dan
diberi harum – haruman.
Orang Bali sebagian besar
memeluk Hindu Waisanawa
adapun ada sedikit pemeluk
agama Budha. Karena agama
Hindu di Bali Berkembang
dengan pesat maka di juluki
museum hidup
Di Bali di kenal beberapa
susunan pejabat yang
mengurusi masalah pengairan,
mereka itu adalah:
a. Sedekah Gede / Sedahan
Agung / Penyaringan Gede
b. Sedahan Tembuk yang
bertugas mengawasi aliran air
ke sawah – sawah dan
menrima pajak dari para
pemakai air
c. Klian Subak, yang bertugas
langsung pengairan air ke
sawah – sawah dan mengurus
administrasinya
Kesulitan kesulitan para
pemakai air di tampung setiap
35 hari sekali dan diadakan
rapat. Rapat itu diadakan
setiap hari Anggara Kasih
atau Aelasa Kliwon
Pada abad ke – 8 di Bali
berdiri sebuah Kerajaan yang
berpusat di Singhamandawa
yang diperintah oleh seorang
Raja, yaitu Sri Ugrasena
daerahnya kemungkinan
SingaRaja sekarang.
Sedangkan pada abad ke 10
Bali berada di bawah
kekuasaan Jawa Timur dengan
kebudayaan Jawa – Hindu, dan
di Bali ini kebudayaanya
tersebut berkembang dengan
pesat. Pada tahun 982 M di
Bali berkuasa seorang Ratu
yang bernama Sri MahaRaja
Wijaya Mahadewi yang
memerintah dengan sistem
pemerintahan di Jawa.
Susunan dan nama – nama
jabatan pemerintah yang biasa
berlaku di Jawa di pergunakan
di Bali
Setelah masa pemerintahan
Sri MahaRaja berakhir, Bali
kemudian diperintah oleh
seorang Raja keturunan Bali,
yaitu Dharma udayana
Marwadewa, yang biasa di
panggil Dharmodayana. Beliau
memerintah bersama – sama
dengan permaisurinya yaitu
Gunapriya Dharmapatni, yang
merupakan keluarga Raja
Sindok. Pada tahun 1000
Dharmopatni melahirakan
seorang putra yaitu Airlangga.
Dalam menjalankan
pemrintahanya, Dharma
Udayana dan Dharmapatni
selalu berbeda. Hal ini
berakibat perginya Raja ke
Jawa Timur dan menikah lagi
dengan adik Raja
Dharmawangsa, yaitu
Mahendradatra. Kemudian
Dharmaptni di buang ke hutan
C. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan
diantaranya yaitu:
1. Sesuai dengan judulnya
yaitu untuk memenuhi salah
satu tugas guru mata
pelajaran Sejarah
2. Untuk menambah nilai yang
mungkin kurang dari target
yang di tentukan
3. Melatih agar siswa siswi
mampu melakukan suatu
pekerjaan dengan gotong –
royong atau belajar kelompok
Tujuan kami bukan hanya itu,
kami bukan hanya nilai yang
tinggi dan baik kamipun ingin
dengan tugas – tugas yang di
berikan kualitas belajar kami
menjadi lebih baik
BAB II
PEMBAHASAN
Di Bali terdapat sejumlah
Kerajaan yang mempunyai
Raja dan pemerintahan
sendiri, yaitu, Kerajaan
Buleleng, Karang Asem,
Klungkung, Gianjar, Badung
Badung, Mangur dan lain –
lain. Tetapi Raja – Raja Bali
mengakui Raja Klungkung
sebagai Raja tertinggi,
disebabkan karena asal usul
keturunan dan keturunan dan
kedudukan Raja Klungkung
sebagai Dewa Agung, tiap –
tiap Kerajaan dalam
wilayahnya masing – masing di
kepalai oleh Raja baru
Pamade atau keluarga dekat
dari Raja. Misalnya Kerajaan
Buleleng dibagi dalam wilayah
– wilayah SingaRaja, tejakula
dan Badung, sedangkan
Kerajaan Badung terbagi
menjadi tiga wilayah yaitu
Denpasar, Pernade, dan
Kasiman
Raja – Raja Bali memakai
gelar Anak Agung. Raja – Raja
Bali masing – masing
bertempat tinggal di dalam
istana (puri) bersama – sama
keluarga dekat Raja. Di dalam
puri ini banyak tersimpan
benda – benda pusaka dan
benda – benda untuk upacara
keagamaan
Legenda mengenai Udayana
dan Dharmapatani yang di
baung ke hutan, kemudian
mengembangkan ilmu sihir
bersama – sama muridnya,
ilmu sihir tersebut di dapat
dari Dewi Durga yang ia puji.
Kemudian Dharmapatni ini
dikenal dengan nama Rangda
dan sebagai ahli sihir, ia
dipanggil dengan Calon Arang
Dharmapatni sangat sakit hati
terhadap suaminya yang
kawin lagi dengan
menghukum ia kehutan.
Kemarahan memuncak,
karena putrinya Ratna
Menggali yang cantik tidak
ada yang melamar, karena
para jejaka takut terhadap
Calon Arang, yang menjadi
sasaran kemarahan adalah
Airlangga tidak dapat
menghalangi ayahnya untuk
kawin lagi
Kerajaan Airlangga hampir
hancut akibat terjangkitnya
penyakit menular yang
tersebar di wilayah
Kerajaannya. Dan wabah
penyakit ini ditimbulakan oleh
Rangda, ibunya sendiri,
Airlangga meminta bantuan
kepada pendeta sakti, yaitu
Mpu Bharada melawan calon
Arang. Calon Arang menjelma
menjadi makhluk yang
menakutkan dan Mpu Bharada
menjelma menjadi makhluk
ajaib yang di sebut Barong.
Dalam perkelahian tersebut
Barong menang dan Kerajaan
Airlangga selamat dari
bencana
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerajaan Bali muncul pada
abad ke 9 yang di perintah
oleh Raja Sri
Kesariwarmadewa, Udayana
dan anak Wungsu. Tahun 915
Raja Bali Ugrasena berhasil
membangun Kerajaan Bali dan
berkembang dan serta
menjalin persahabatan
Mataram, dan di tandai
perkawinana Udayana
Wamadewa (956 – 1022) kawin
dengan putrid Makutawangsa
Whardana yang bernama
Mahendratta, hubungan
berlanjut setelah putra
Udayana yang bernama
Airlangga menikah dengan
putrid Darmawangsa Tguh
sampai akhirnya terjadi
perlaya 1016. karena diserang
oleh Raja wurawari dari
wengker yang merupakan
sekutu Sriwijaya
Pada masa pemerintahan
anak Wungsu (1049 – 1077)
berhasil dibangun Candi
Tampak Siring. Pengganti
Anak Wungsu, Jaya Sakti,
Jayapangus dan Bedahulu
adalah Raja lemah dan
akhirnya ditaklukan oleh
Gajah Mada dalam meluaskan
Kerajaan Majapahit
DAFTAR PUSTAKA
- Bearsted, S.H. 1938
Geschichte Aegyptens. Grose
Ilustierte Phaidon; Ausgate
- Ensiklopedia Nasional
Indonesia. 1990, Jakarta; Cipta
Adi Pustaka
- Wolters.O.W. 1967 Early
Indonesian Commerse

Sabtu, 29 Agustus 2009

MAKALAH AGAMA ISLAMTENTANG PENDIDIKANAGAMA DI LINGKUNGANKELUARGA

MUQODIMAH
Pada kesempatan ini penulis
mencoba membahas tentang
pendidikan agama di
lingkungan keluarga dengan
mengacu dan berorientasi
kepada firman Allah SWT
dalam Al-Qur'an surat Al-
Luqman ayat 12 s/d 19.
Nasihat Luqman kepada anak-
anaknya:
ْدَقَلَو َنمْقُلاَنْيَتا
َةَمِْكَحلا ِهللِْرُكْشاِنَا
ْنَمَو
هِسْفَنِلْرُكْشَياَمَّنِاَفْرُكْشَي
ْنَمَو َرَفَك َّنِاَف َهللا
ٌيِنَغ ٌدْيِمَح. )12(. ْذِاَو َلاَق
ُنمْقُل هِنْبِال َوُهَو هُظِعَي
َّيَنُبي ْكِرْشُتَال ِهللاِب
َّنِا َكْرِّشلا ٌمْلُظَل ٌمْيِظَع.
)13(. َناَسْنِالْااَنْيَّصَوَو
ِهْيَدِلاَوِب ُهْتَلَمَح هُّمُا
ىلَعاًنْهَو ٍنْهَو هُلصِفَّو
ْيِف ِنْيَماَع ِنَا ْرُكْشا ْيِل
َكْيَدِلاَوِلَو َيَلِا
ُرْيِصَملْا. )14(. ْنِاَو َكدَهاَج
ىلَع ْنَا َكِرْشُت ْيِب
َسْيَلاَم َكَل هِب ًملِع
اَيْنُذلاىِفاَمُهْبِحاَصَواَمُهْعِطُتَالَف
ْعِبَّتَّواًفْوُرْعَم َلْيِبَس
ْنَم َباَنَا َّيَلِا َّمُث َّيَلِا
ْمُكُعِجْرَم ْمُكُئِبَنُاَف
ْمُتْنُكاَمِب نْوُلَمْعَت. )15(.
َّيَنُبي ْنِااَهَّنِا ُكَت
َلاَفْثِم ٍةَبَح ْنِّم ٍلَدْرَخ
ْنُكَتَف ْيِف ٍةَرْخَص ْوَا
ِتومَّسلاىِف ىِفْوَا ِضْرَالا
ِتْأَي ُهللااَهِب, َّنِا َهللا
ٌرْيِبَخٌفْيِطَل. )16(.
َّيَنُبي ِمِقَا َةولَصلا ُرُمْأَو
ِفُرْعَملْاِب َهْناَو ِنَع
ِرَكْنُملْا ْرِبْضاَو ىلَع
َكَبَصََاآَم, َّنِا َكِلَذ ْنِم
ٍرُمُالْاِمْزَع. )17(. رِعَصُتَالَو
َكَّدَخ ِساَّنلِل ِشْمَتَالَو
ِضْرَالْاىِف واًحَرَم َّنِا َهللا
ُّبِحُيَال َّلُك ٍلاَتْخُم
ٍرْوُخَف. )18(. ْدِصْقاَو ْيِف
َكِيْشَم ْضُضْغاَو ْنِم
َكِتْوَص َّنِا َرَكْنَا
ِتاَوْصَالْا ُتْوَصَل
ِرْيِمَحلْا. )19 ).
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah
kami berikan hikmat kepada
Luqman, yaitu: “bersyukurlah
kepada Allah. Dan barang
siapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan barang siapa yang
tidak bersyukur; maka
sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji.” (12).
Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya. Di
waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: “Hai anakku,
janganlah kamu
mempersekutukan Allah,
sesungguhnya
mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar
kedzaliman yang besar.” (13).
Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik)
kepada kedua orang ibu
bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam
keadaan lemah yang
bertambah dan menyapihnya
dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu.” (14) Dan
jika keduanya untuk
mempersekutukan dengan
Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu.
Maka janganlah kamu
mengikuti keduanya. Dan
pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-
Ku, kemudian hanya kepada-
Ku-lah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan.
(15). Luqman (berkata): “Hai
anakku sesungguhnya jika ada
(sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi dan berada dalam
batu atau di langit atau di
dalam bumi, niscaya Allah
akan mendatangkannya
(membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha
Halus lagi Maha
Mengetahui.” (16). Hai Anakku
dirikanlah sholat dan suruhlah
(manusia) mengerjakan yang
baik dan cegahlah (mereka)
dari perbuatan yang munkar
dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian
itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah). (17).
Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari
manusia (karena sombong)
dan janganlah kamu berjalan
di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan
diri. (18). Dan sederhanalah
kamu dalam berjalan dan
lunakanlah suaramu,
sesungguhnya seburuk-buruk
suara adalah suara keledai.
(19).
PENDIDIKAN AGAMA DI
LINGKUNGAN KELUARGA
A.Arti dan pentingnya
pendidikan agama di
lingkungan keluarga
1.Arti Pendidikan Agama di
Lingkungan Keluarga
Pada prinsipnya pendidikan
agama yang dilaksanakan di
lingkungan sekolah,
masyarakat dan keluarga itu
sama saja, hanya sistem
pendidikan dan pengajarannya
yang berbeda, kalau di
lingkungan sekolah
menggunakan sistem
pendidikan persekolahan yang
segalanya serba formal,
sedang di lingkungan
masyarakat dan keluarga
menggunakan sistem
pendidikan yang ada di
lingkungan keluarga dan
masyarakat.
Pendidikan pada umumnya
terbagi pada dua bagian
besar, yakni pendidikan
sekolah dan pendidikan luar
sekolah. Hal ini berdasar
pada: “Maka proses belajar
itu bagi seseorang dapat terus
berlangsung dan tidak
terbatas pada dunia sekolah
saja. Oleh karena itu proses
belajar bagi seseorang itu
menjadi life long process.1
Dengan dasar di atas, maka
arti pendidikan luar sekolah
adalah sebagai berikut:
Pendidikan luar sekolah
adalah setiap kesempatan di
mana terdapat komunikasi
yang teratur dan terarah di
luar sekolah dan seseorang
memperoleh informasi,
pengetahuan, latihan maupun
bimbingan sesuai dengan usia
dan kebutuhan kehidupan,
dengan tujuan
mengembangkan tingkatan
keterampilan, sikap dan nilai-
nilai yang memungkinkan
baginya menjadi peserta-
peserta yang efisien dan
efektif dalam lingkungan
keluarga pekerjaan bahkan
lingkungan masyarakat dan
negaranya.2
Selanjutnya Philips H. Combs,
mengungkapkan bahwa:
Pendidikan luar sekolah
adalah setiap kegiatan
pendidikan yang terorganisir
yang diselenggarakan di luar
sistem formil. baik tersendiri
maupun merupakan bagian
dari suatu kegiatan yang luas,
yang dimaksudkan untuk
memberikan layanan kepada
sasaran didik tertentu dalam
rangka mencapai tujuan-
tujuan belajar.3
Untuk memperoleh pengertian
yang jelas tentang pendidikan
agama yang dilakukan di
lingkungan keluarga maka
akan penulis kemukakan
pendapat; Drs. H. M. Arifin
M.Ed sebagai berikut:
Bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum
agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian
utama menurut ukuran-
ukuran Islam. Dalam uraian
selanjutnya kepribadian yang
memiliki nilai-nilai agama
Islam, memilih dan
memutuskan serta berbuat
berdasarkan nilai-nilai Islam,
dan bertanggung jawab sesuai
dengan nilai-nilai Islam.4
Dengan memperhatikan
serangkaian pendapat-
pendapat tentang pendidikan
luar sekolah dan pendidikan
Agama Islam dapat ditarik
kesimpulan tentang
pendidikan Agama Islam di
lingkungan keluarga sebagai
berikut; interaksi yang teratur
dan diarahkan untuk
membimbing jasmani dan
rohani anak dengan ajaran
Islam, yang berlangsung di
lingkungan keluarga.
Dalam pelaksanaannya, maka
proses pendidikan Agama
Islam di lingkungan keluarga
berlangsung antara orang-
orang dewasa yang
bertanggung jawab atas
terselenggaranya pendidikan
agama, dan anak-anak
sebagai sasaran
pendidikannya.
Sedang ibu dalam kaitannya
dengan pendidikan agama di
lingkungan keluarga, maka
kedudukannya sebagai
pendidik yang utama dan
pertama, dalam
kedudukannya sebagai
pendidik, maka seorang ibu
tidak cukup hanya memanggil
seorang guru agama dari luar
untuk mendidik anaknya di
rumah, dan bukan dalam
pengertian yang demikianlah
yang dimaksud dengan
pendidikan agama di
lingkungan keluarga. Akan
tetapi lebih ditekankan
adanya bimbingan yang
terarah dan berkelanjutan
dari orang-orang dewasa yang
bertanggung jawab di
lingkungan keluarga untuk
membimbing anak.
Bimbingan yang dimaksud bisa
dalam berbagai bentuk dan
interaksi kehidupan sehari-
hari antara anak dengan
orang dewasa, hanya interaksi
tersebut selalu dilandasi
dengan interaksi edukatif ke
arah pendidikan agama,
bahkan kalau mungkin
berusaha menciptakan
suasana kehidupan beragama
di lingkungan keluarga
Sekali lagi bahwa yang
dimaksud dengan pendidikan
agama Islam di lingkungan
keluarga itu merupakan
pemberian sejumlah
pengetahuan keagamaan
dengan berbagai teori
keagamaan, akan lebih
ditekankan pada praktek
hidup sehari-hari di lingkungan
keluarga itu dilandasi dengan
ajaran agama, sehingga
hasilnya pendidikan agama itu
sendiri akan betul-betul
melekat dalam pribadi anak.
2.Pentingnya Pendidikan
Agama di Lingkungan
keluarga
Untuk memperoleh jawaban
apakah penting pendidikan
agama di lingkungan
keluarga? Dan dalam hal
apakah pentingnya pendidikan
agama di lingkungan
keluarga?
Untuk menjawabnya, maka
akan penulis kutip pendapat
Umar Hasyim berikut ini:
….. Sejak kecil anak-anak
seharusnya telah menerima
didikan agama. Sejak anak
dalam kandungan, setelah
lahir hingga dewasa, masih
perlu kita bimbing. Dan
menurut hasil penelitian ilmu
pengetahuan modern
mengatakan bahwa yang
dominan membentuk jiwa
manusia adalah lingkungan,
dan lingkungan pertama yang
dialami oleh sang anak adalah
asuhan Ibu dan ayah.
Disinilah pula pentingnya
mengapa mendidik anak
dimulai sejak dini, karena
perkembangan jiwa anak
telah mulai sejak kecil, sesuai
dengan fitrahnya. Dengan
demikian maka fitrah manusia
itu kita salurkan, kita bimbing
dan kita juruskan kepada jalan
yang seharusnya sesuai
dengan arahnya.5
Dan pendapat Drs. Noor
Syam, berikut ini:
Kelahiran dan kehadiran
seorang anak dalam keluarga
secara ilmiah memberikan
adanya tanggung jawab dari
pihak orang tua. Tanggung
jawab ini didasarkan atas
motivasi cinta kasih, yang
pada hakekatnya juga dijiwai
oleh tanggung jawab moral.
Secara sadar orang tua
mengemban kewajiban untuk
memelihara dan membina
anaknya sampai ia mampu
berdikari sendiri (dewasa)
baik secara fisik, sosial,
ekonomi maupun moral.
Sedikitnya orang tua
meletakan dasar-dasar untuk
mandiri itu.6
Selanjutnya ia mengatakan
bahwa:
Dorongan / motivasi kewajiban
moral, sebagai konsekwensi
kedudukan orang tua
terhadap keturunannya.
Tanggung jawab moral ini
meliputi nilai-nilai religius
spiritual yang dijiwai
Ketuhanan Yang Maha Esa
dan agama masing-masing, di
samping didorong oleh
kesadaran memelihara
martabat dan kehormatan
keluarga.7
Dalam kutipan yang pertama
di atas dikemukakan bahwa
lingkungan keluarga itu amat
dominan dalam memberikan
pengaruh-pengaruh
keagamaan terhadap anak-
anak, sehingga dapat
dikatakan bahwa lingkungan
keluarga dalam kaitannya
dengan pendidikan agama
sangat menentukan baik
keberhasilannya. Sehingga
amat disayangkan kalau
kesempatan yang baik dari
lingkungan pertama yaitu
keluarga itu disia-siakan atau
dilalui anak tanpa pendidikan
agama dari pihak ibu dan
bapak serta orang-orang yang
bertanggung jawab di
sekitarnya.
Dalam kutipan selanjutnya,
yaitu dari Drs. Noor Syam di
sana ditekankan bahwa
pentingnya pendidikan orang
tua terhadap anak di
lingkungan keluarga itu
karena didorong oleh
beberapa kewajiban,
kewajiban moral, kewajiban
sosial dan oleh dorongan cinta
kasih dari seseorang terhadap
keturunannya.
Dalam hubungannya dengan
kelanjutan pendidikan atau
kehidupan anak di masa
mendatang, maka pendidikan
di lingkungan keluarga,
termasuk di dalamnya
pendidikan agama, hal itu
merupakan sebagai tindakan
pemberian bekal-bekal
kemampuan dari orang tua
terhadap anak-anaknya,
dalam menghadapi masa-
masa yang akan dilaluinya.
Dalam hubungannya dengan
pendidikan di sekolah maka
sebagai persiapan untuk
mengikuti pendidikan atau
sebagai pelengkap dari
pendidikan yang berlangsung
di bangku sekolah. Dan dalam
hubungannya dengan
kehidupan bermasyarakat,
maka sebagai upaya untuk
mempersiapkan diri agar anak
dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungannya.
B.Dasar Pelaksanaan
Pendidikan Agama di
Lingkungan Keluarga
Secara sepintas pembahasan
tentang dasar pelaksanaan
pendidikan agama di
lingkungan keluarga ini telah
disebutkan di atas, yaitu atas
dasar cinta kasih seseorang
terhadap darah dagingnya
(anak), atas dasar dorongan
sosial dan atas dasar
dorongan moral.
Akan tetapi dorongan yang
lebih mendasar lagi tentang
pendidikan agama di
lingkungan keluarga ini bagi
umat Islam khususnya adalah
karena dorongan syara
(ajaran Islam), yang
mewajibkan bagi orang tua
untuk mendidik anak-anak
mereka, lebih-lebih
pendidikan agama.
Sebagaimana firman Allah
dalam surat At Tahrim, ayat
enam sebagai berikut:
َنْيِذّلااَهُّيأَي اْوُنَمأ
ْمُكَسُفْنَأاْوُق ْمُكْيِلْهَأَو
ُساَّنلااَهُدوُقَّواًراَن
ُةَراَجِحلْاَو ٌةَكِئلَماَهْيَلَع
َالِغ َّالٌداَدِشاٌذ َنْوُصْعَي
َهللا ْمُهَرَمَأآَم َنْوُلَعْفَيَو
َنُرَمْؤُياَم
Artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu,
penjaganya Malaikat-Malaikat
yang keras dan tidak
mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkannya
kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang
diperintahkannya.8
Juga surat An-Nisa, ayat 9
berikut ini:
َسْخَيَو َنْيِذَّلا
ْنِماْوُكَرَتْوَل ْمِهِفْلَخ
ًةَّيِّرُد اوُفاَخاًفاَعِض
ْمِهْيَلَع َهللاْوُقَّتَيْلَف
ًالْوَقاْوُلْوُقَيلْاَو اًدْيِدَش .
Artinya:
“Dan hendaklah mereka takut
kepada Allah, orang-orang
yang seandainya
meninggalkan mereka
keturunan yang lemah, yang
mereka khawatir terhadap
kesejahteraan mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah dan
hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang
benar.”9
Dan hadits Rasulullah saw,
sebagai berikut:
ْنِماَم ٍدْوُلْوَم َّالِإ ُدَلْوُي
ىلَع ِةَرْطِفلْا ُهاَوَبَأَف
ِهِناَدِّوَهُي ِهِناَرِّصَنُيْوَأ
ِهِناَّسِجَمُيْوَأ.
Artinya:
“Dari Abu Huraerah
radhiallahu anha,
sesungguhnya Rasulullah saw,
bersabda: “Tiada seorang
anak pun dilahirkan,
melainkan dilahirkan dalam
atas dasar fitrah, maka kedua
orang tuanyalah yang
menjadikan ia Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.” (Hadits
Riwayat Bukhory).10
Dari ayat-ayat di atas, yang
diikuti oleh sabda Rasulullah
saw, memberikan isyarat
bahwa ibu dan bapak
mempunyai kewajiban untuk
mendidik anak-anak mereka
baik dalam kaitannya dengan
proses belajar-mengajar yang
sedang dialaminya di
lingkungan sekolah maupun
dalam upaya memberikan
kesiapan untuk menghadapi
pendidikan di sekolah atau
sebagai upaya sosialisasi
terhadap anak-anak, sehingga
masyarakat yang berguna dan
mampu menyesuaikan diri.
Selain hal-hal yang telah
disebutkan di atas, yang dapat
mendorong orang tua agar
mendidik anak-anak di
lingkungan keluarga, ada lagi
satu hal yang perlu
diperhatikan yaitu; mengingat
kondisi anak itu sendiri, baik
secara fisik maupun mental ia
mutlak memberikan
bimbingan dan pengembangan
ke arah yang positif. Kalau
tidak maka dikhawatirkan
fitrah yang tersimpan, yang
merupakan benih-benih
bawaan itu akan terlantar
atau akan menyimpang.
Perlu diingat bahwa pada diri
anak itu terdapat
kecenderungan-
kecenderungan ke arah yang
baik, akan tetapi dilengkapi
dengan kecenderungan ke
arah yang jahat. Maka tugas
pendidik dalam hubungan ini
adalah menghidup-suburkan
kecenderungan ke arah yang
baik. Dan menjinakan
kecenderungan ke arah yang
jahat.
Drs. H. M. Arifin, E. Ed.
Mengatakan bahwa:
Suatu pengaruh pendidikan
yang paling pundamental dan
fungsional dalam pribadi,
bilamana pengaruh tersebut
ditanamkan dalam pribadi
anak yang masih berada pada
awal perkembangannya.
Pengaruh tersebut akan
menjadi benih utama yang
dapat berpengaruh dalam
perkembangannya lebih
lanjut. Oleh karena itu benih-
benih potensial yang mampu
mendorong anak untuk
mengembangkan pribadinya
dalam alternatif pemilihan
lapangan hidup manusia di
masa dewasanya sesuai bakat
dan kemampuan11
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dasar
pelaksanaan pendidikan
agama di lingkungan keluarga
adalah karena didorong oleh
beberapa hal yaitu:
1.Karena dorongan cinta kasih
terhadap keturunan
2.Karena dorongan atau
tanggung jawab sosial
3.Karena dorongan moral
4.Karena dorongan kewajiban
agamis
Dan dorongan agama inilah
yang membuat kedudukan
orang tua lebih besar
tanggung jawabnya dalam
pendidikan karena dorongan
kewajiban ini langsung
diperintahkan Allah.
KESIMPULAN DAN SARAN-
SARAN
Dalam hal ini penulis
menyimpulkan bahwa
pendidikan di lingkungan
keluarga itu penting sekali
artinya dengan berorientasi
kepada firman Allah SWT
dalam surat Al Luqman ayat
12 s/d 19, sebab pendidikan di
lingkungan keluarga itu
adalah pendidikan pertama
dan yang utama, bisa
memberi warna dan corak
kepribadian anak seandainya
orang tua tidak
menyempatkan diri untuk
mendidik anak-anaknya di
keluarga sehingga terabai
begitu saja karena kesibukan
orang tua. Maka hal ini akan
membawa pengaruh yang
tidak baik terhadap
perkembangan dan pendidikan
anak
Demikianlah makalah ini
penulis akhiri mudah-mudahan
bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca kritik
dan saran yang membangun
yang sangat diharapkan
penulis dari semua pihak.

Sabtu, 22 Agustus 2009

MAKALAH TASAWUFTENTANG TASAWUF AKHLAKI

TASAWUF AKHLAKI
Menurut Amin Syukur, ada
aliran dalam tasawuf pertama
aliran tasawuf sunni yaitu
bentuk tasawuf yang
memagari dirinya dengan Al-
Qur'an dan al hadits secara
ketat, serta mengaitkan ahwal
(keadaan) dan maqat 9tingkat
rohaniah) mereka pada dua
sumber tersebut. Kedua aliran
tasawuf falsafi, yaitu tasawuf
yang bercampur dengan
ajaran filsafat kompromi,
dalam pemakaian term-term
filsafat yang maknanya
disesuaikan dengan tasawuf.
Oleh karena itu, tasawuf yang
berbau filsafat ini tidak
sepenuhnya dikatakan tasawuf
dan juga tidak dapat
sepenuhnya dikatakan
tasawuf.
A. HASAN AL-BASHRI
1. Riwayat Hidup
Nama lengkap Hasan Al-
Bashri adalah Abu Sa’id Al
Hasan bin Yasar. Ia seorang
yang masyur dikalangan
tabi’in. ia lahir di Madinah
pada tahun 21 H/632 M dan
wafat pada hari Kamis bulan
Rajab tanggal 10 tahun 110
H/728 M.
Ajaran-ajarannya tentang
kerohanian didasarkan pada
Sunnah Nabi. Para sahabat
Nabi pun mengakui
kebesaran-kebesaran Hasan
Al-Bashri
Karir pendidikan Hasan Al-
Bashri dimulai di Hijaz,
kemudian ia pindah ke
Bashrah dan memperoleh
puncak keilmuan di sana.
2. Ajaran-Ajaran tasawufnya
Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri
adalah anjuran kepada setiap
orang untuk senantiasa
bersedih hati dan takut kalau
tidak mampu melaksanakan
seluruh perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangan-
Nya
Lebih jauh lagi, Hamka
mengemukakan bahwa ajaran
tasawuf Hasan yaitu:
a. “Perasaan takut yang
menyebabkan hatimu tentram
lebih baik dari pada rasa
tentram tapi yang
menimbulkan rasa takut.”
b. “Dunia adalah negeri
tempat beramal”
c. “Tafakur membawa kita
pada kebaikan dan selalu
berusaha untuk
mengerjakannya. Menyesal
atas perbuatan jahat
menyebabkan kita bermaksud
untuk tidak mengulanginya
lagi.”
d. “Dunia ini adalah seorang
janda tua yang telah bungkuk
dan beberapa kali
ditinggalkan mati suaminya”.
e. “Orang yang beriman akan
senantiasa berduka cita pada
pagi dan sore hari karena
berada di antara dua
perasaan takut”
f. “Hendaklah setiap orang
sadar akan kematian yang
senantiasa mengancamnya,
dan juga takut akan kiamat
yang hendak menagih
janjinya”
g. “Banyak duka cita di dunia
memperteguh semangat amal
shaleh”
Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri
senada dengan sabda Nabi
yang berbunyi:
“Orang yang selalu mengingat
dosa-dosa yang pernah
dilakukannya adalah laksana
yang orang duduk di bawah
sebuah gunung besar yang
senantiasa merasa takut
gunung itu akan menimpa
dirinya”.
B. AL-MUHASIBI: PANDANGAN
TASAWUFNYA
Al-Harits bin Asad Al-Muhasibi
(W. 243 H) menempuh jalan
tasawuf karena hendak keluar
dari keraguan yang
dihadapinya. Tatkala Al-
Muhasibi mengamati
madzhab-madzhab yang dianut
umat Islam, ada sekelompok
orang yang tahu benar
tentang keakhiratan. Sebagian
besar dari mereka adalah
orang-orang yang mencari
ilmu karena kesombongan dan
memotivasi keduniaan.
1. Pandangan Al-Muhasibi
tentang Ma’rifat
Al-Muhasibi berbicara pula
tentang ma’rifat. Ia pun
menulis sebuah buku
tentangnya, namun
dikabarkan bahwa ia tidak
diketahui alasan-alasannya
kemudian membakarnya. Ia
sangat berhati-hati dalam
menjelaskan batasan-batasan
agama, dan tidak mendalami
pengertian batin agama yang
dapat mengaburkan
pengertian lahirnya dan
menyebabkan keraguan.
Dalam konteks ini pula ia
menuturkan sebuah hadits
Nabi yang berbunyi:
“Pikirkanlah makhluk-
makhluk Allah dan jangan
mencoba memikirkan dzat
Allah sebab kalian akan
tersesat karenanya.” Al-
Muhasibi mengatakan bahwa
ma’rifat harus ditempuh
melalui jalan tasawuf yang
mendasarkan pada kitab dan
sunnah.12) Al-Muhasibi
menjelaskan tahapan-tahapan
ma’rifat sebagai berikut:
a. Taat, awal dari kecintaan
kepada Allah adalah taat,
yaitu wujud konkret ketaatan
hamba kepada Allah
b. Aktivitas anggota tubuh
yang telah disinari oleh
cahaya yang memenuhi hati
merupakan tahap ma’rifat
selanjutnya,
c. Allah menyingkirkan
khazanah-khazanah dan
keajaiban kepada setiap orang
yang telah menempuh kedua
tahap di atas
d. Sufi mengatakan dengan
fana’ yang menyababkan
baqa’
2. Pandangan Al-Muhasibi
tentang khauf dan Raja’
Dalam pandangan Al-
Muhasibi, khauf (rasa takut)
dan raja’ (pengharapan)
menempati posisi penting
dalam perjalanan seseorang
membersihkan jiwa. Pangkal
wara’ menurutnya, ada
ketakwaan; pangkal
ketakwaan adalah instrosfeksi
diri (musabat Al-nafs);
pangkal introspeksi diri adalah
khauf dan raja’; pangkal khauf
dan raja’ adalah pengetahuan
tentang janji dan ancaman;
pangkal pengetahuan tentang
keduanya adalah perenungan.
15)
Khauf dan raja’; menurut Al-
Muhasibi, dapat dilakukan
dengan sempurna bila
berpegang teguh pada Al-
Qur'an dan As sunnah. Dalam
hal ini, ia mengaitkan kedua
sifat itu dengan ibadah haji
dan janji serta ancaman Allah.
Al-Muhasibi mengatakan
bahwa Al-Qur'an jelas
berbicara tentang pembalasan
(pahala) dan siksaan. Ajakan-
ajakan Al-Qur'an pun
sesungguhnya dibangun atas
dasar targhib (sugesti) dan
tarhib (ancaman). Al-Qur'an
jelas pula berbicara tentang
surga dan neraka. Ia
kemudian mengutip ayat-ayat
berikut:
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang
yang bertaqwa berada di
dalam taman-taman (surga)
dan dimata air-mata air,
sambil mengambil apa yang
diberikan kepada mereka oleh
Tuhan mereka. Sesungguhnya
mereka sebelum itu di dunia
adalah orang-orang yang
berbuat baik; mereka sedikit
sekali tidur di waktu malam;
dan di akhir-akhir malam
mereka memohon ampun
(kepada Allah)
(QS Adz-Dzariyyat, ayat 15-18).
Raja’ dalam pandangan Al-
Muhasibi, seharusnya
melahirkan alam saleh.
Seseorang yang telah
melakukan amal saleh,
berhak mengharap pahala
dari Allah.
C. AL-QUSYAIRI
1. Riwayat Hidup Al-Qusyairi
Nama lengkap Al-Qusyairi
adalah “Abdul Karim bin
Hawazin”, lahir tahun 376 di
Istiwa. Al-Qusyairi merupakan
tokoh sufi utama dari abad ke
lima hijriyah. Di kawasan
Nishafur di sinilah ia bertemu
dengan gurunya Abu Ali Ad-
Daqqaq, seorang sufi
terkenal. Kemudian Al-
Qusyairi mempelajari ilmu
fiqih pada seorang faqih, Abu
bakr Muhammad bin Abu bakr
ath-thusi (wafat tahun 405)
dan beliau mempelajari ilmu
kalam serta ushul fiqih pada
Abu Bakr bin farauk (wafat
tahun 406 H). Dan beliau pun
menjadi murid Abu ishaq Al-
isfarayini (wafat tahun 418 H)
dari situlah Al-Qusyairi
menguasai doktrin Ahlussunah
wal jamaah yang
dikembangkan Al-Asari dan
muridnya. Al-Qusyairi
pembela paling tangguh dari
aliran tersebut dalam
menentang doktrin aliran
mu’tazilah, karamiyah,
mujassamah, dan syi’ah.
Karena tindakannya itu ia
mendapat serangan keras dan
di penjarakan sebulan lebih
atas perintah Tughrul Bek
yang terhasut oleh seorang
menterinya yang menganut
aliran mu’tazilah rafidhah.
Bencana yang menimpa
dirinya itu bermula tahun 445
H diuraikan dalam karyanya
“Syikayah Ahl As –sunnah”.
Al-Qusyairi wafat tahun 465 H
2. Ajaran-Ajaran tasawuf Al-
Qusyairi
Akan tampak jelas bagaimana
Al-Qusyairi cenderung
mengembalikan tasawuf ke
atas landasan doktrin akhlu
sunnah sebagai
pernyataannya:
“Ketahuilah! Para tokoh aliran
ini membina prinsip-prinsip
tasawuf atas landasan tauhid
yang benar. Sehingga doktrin
mereka terpelihara dari
penyimpangan, selain itu
mereka lebih dekat dengan
tauhid kaum salaf maupun
ahlu sunah yang tak
tertandingi dan tak mengenal
macet, merekapun tahu hak
yang lama dan bisa
mewujudkan sifat sesuatu
yang diadakan dan
ketidakadaannya. Al-Junaidi
mengatakan bahwa tauhid
pemisal hal yang lama dengan
hal yang baru. Landasan
doktrin merekapun didasarkan
pada dalil dan bukti yang kuat
serta gambling. Abu
Muhammad Al-Jariri
mengatakan bahwa barang
siapa tidak mendasarkan ilmu
tauhid pada salah satu
pengokohnya, niscaya kakinya
tergelincir ke dalam jurang
kehancuran”.
Bahkan dengan konotasi lain
Al-Qusyairi secara terang-
terangan mengkritik mereka
“Mereka mengatakan bahwa
mereka telah bebas dari
perbudakan berbagai
belenggu dan berhasil
mencapai realitas-realitas
rasa penyatuan dengan Tuhan
(wushul) lebih jauh lagi
mereka tegak bersama yang
Maha Besar, yang hukum-
hukumnya berlaku atas diri
sendiri, sedang mereka dalam
keadaan fana. Allah pun
menurut mereka tidak
mencela dan melarang apa
yang mereka nyatakan
ataupun yang mereka
lakukan. Dan kepadaku
mereka disingkapkan rahasia
ke-Esaan dan setelah fana
merekapun tetap memperoleh
cahaya Ketuhanan, tempat
bergantung segala sesuatu”
Selain itu Al-Qusyairi
menekankan bahwa
kesehatan bathin dengan
berpegang teguh pada Al-
Qur'an dan As sunnah sebagai
mana perkataannya:
“Duhai saudaraku! Janganlah
kamu terpesona oleh pakaian
lahiriah maupun sebutan yang
kau lihat (pada sufi
sejamannya) sebab ketika
reutas itu tersingkapkan,
niscaya tampak keburukan
para sufi yang mengada-ada
dalam berpakaian….. Setiap
tasawuf yang tidak dibarengi
dengan kebersihan maupun
sikap menjauhkan diri dari
maksiat adalah tasawuf palsu
serta memberatkan diri dan
setiap bathin yang
bertentangan dengan lahir
adalah keliru dan bukannya
yang bathin,…… dan setiap
tauhid yang dibenarkan Al-
Qur'an maupun as-sunnah
adalah pengingkaran terhadap
Tuhan dan bukan tauhid; dan
setiap pengenalan terhadap
Allah yang tidak dibarengi
kerendahan maupun
ketulusan jiwa adalah palsu
dan bukan pengenalan
terhadap Allah.”
Dalam hal yang berbeda, Al-
Qusyairi mengemukakan suatu
penyimpangan lain dari para
sufi abad ke lima hijriyah
dengan ungkapan yang pedas.
“Kebanyakan para sufi yang
menempuh jalan kebenaran
dari kelompok tersebut telah
tiada. Tiada bekas mereka
yang tinggal di kelompok
tersebut kecuali bekas-bekas
mereka kemah dan hanya
serupa kemah mereka, kaum
wanitanya itu, kulihat bukan
mereka.
“Zaman telah berakhir bagi
jalan ini, bahkan jalan ini telah
menyimpang dari hakikat
realitas. Telah lewat para
guru yang menjadi panutan
mereka, tidak banyak lagi
generasi muda yang mau
mengikuti perjalanan dan
kehidupan mereka. Sirnalah
kini kerendahatian dan
punahlah kesederhanaan
hidup. Ketamakan semakin
menggelora dan ikatannya
semakin membelit. Hilanglah
sudah kehormatan agama dari
kalbu. Betapa sedikit orang
yang berpegang teguh pada
agama. Banyak orang yang
menolak membedakan
masalah halal haram. Mereka
cenderung meninggalkan
sikap menghormati orang lain
dan membuang jauh rasa
malu. Bahkan mereka
menganggap remeh
pelaksanaan ibadah,
melecehkan puasa dan sholat,
dan terbuai dalam medan
kemabukan dan jatuh dalam
pelukan nafsu syahwat dan
tidak peduli melakukan hal-
hal yang dilarang.”
Dari uraian di atas tampak
jelas bahwa pengembalian
arah tasawuf menurut Al-
Qusyairi dapat dilakukan
dengan merujuk pada doktrin
ahlu sunnah wal jama’ah yaitu
dengan mengikuti para sufi
sunni abad ke 3 dan ke 4
hijriyah.
D. Al-Ghazali
1. Biografi Singkat Al-Ghazali
Nama lengkap adalah Abu
Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad
bin ta’us Ath-thusi Asy-Syafi’i
Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-
Ghazali karena ia lahir di
Ghazalah suatu kota di
Kurasan, Iran, tahun 450
H/1058 M, ayahnya seorang
pemintal kain wol miskin yang
taat, pada saat ayahnya
menjelang wafat Al Ghazali
dan adiknya yang bernama
Ahmad dititipkan kepada
seorang sufi. Setelah lama
tinggal bersama sufi itu, Al-
Ghazali dan adiknya
disarankan untuk belajar pada
pengelola sebuah madrasah,
sekaligus untuk menyambung
hidup mereka, di sana ia
mempelajari ilmu fiqih kepada
Ahmad bin Muhammad Ar-
Rizkani, kemudian ia
memasuki sekolah tinggi
Nizhamiyah dan berguru
kepada Imam Haramain (Al-
Juwaini) hingga menguasi ilmu
manthiq, ilmu kalam, fiqh,
ushul fiqh, filsafat, tasawuf
dan retorika perdebatan, tak
hanya itu ia pun mengisi
waktu belajarnya dengan
belajar teori-teori tasawuf
kepada Yusuf An-Nasaj Imam
Haramani menjuluki Al-
Ghazali dengan sebutan Bahr
Mu’riq (lautan yang
menghanyutkan)
kemahirannya dalam
menguasi ilmu didapatnya,
termasuk perbedaan pendapat
dari para ahli ilmu serta
mampu memberikan
sanggahan-sanggahan kepada
para penentangnya.
Setelah Imam Haramani Wafat
(478 H/1068 M) Al-Ghazali
pergi ke Baghdad, yaitu
tempat berkuasanya Perdana
Menteri Nizham Al-Muluk
(wafat 485 H/1091 M). Pada
tahun 483 H/1090 M ia
diangkat oleh Nizam Al-Muluk
menjadi guru besar di
Universitas. Selama di
Baghdad Al-Ghazali menderita
keguncangan batin sebagai
akibat sikap keragu-raguan
akan pencarian kebenaran
yang hakiki, kemudian ia pun
memutuskan untuk
melepaskan jabatannya dan
meninggalkan Baghdad
menuju Syiria, Palestina dan
kemudian ke Mekah untuk
mencari kebenaran yang
hakiki yang selama ini
dicarinya, setelah ia
memperolehnya maka tidak
lama kemudian ia
menghembuskan nafas
terakhirnya di Thus pada
tanggal 19 Desember 1111
M/14 Jumadil Akhir tahun
505H.
Al-Ghazali banyak
meninggalkan karya tulis
menurut Sulaiman Dunya,
karangan Al-Ghazali mencapai
300 buah, ia mulai mengarang
pada usia 25 tahun, sewaktu
masih di Nasisabur dan ia
mempergunakan waktu 30
tahun untuk mengarang yang
meliputi beberapa bidang ilmu
pengetahuan antara lain,
filsafat, ilmu kalam, fiqh,
ushul fiqh, tafsir, tasawuf dan
akhlaq.
2. Ajaran Tasawuf Al-Ghazali
Di dalam tasawufnya, Al-
Ghazali memilih tasawuf sunni
berdasarkan Al-Qur'an dan
sunnah Nabi ditambah dengan
doktrin Ahlu Al Sunnah wa Al-
jama’ah. Corak tasawufnya
adalah psikomoral yang
mengutamakan pendidikan
moral yang dapat di lihat
dalam karya-karyanya seperti
Ihya’ullum, Al-Din, Minhaj
Al-‘Abidin, Mizan Al-Amal,
Bidayah Al Hidayah, M’raj Al
Salikin, Ayyuhal Wlad. Al
Ghazali menilai negatif
terhadap syathahat dan ia
sangat menolak paham hulul
dan utihad (kesatuan wujud),
untuk itu ia menyodorkan
paham baru tentang ma’rifat,
yakni pendekatan diri kepada
Allah (taqarrub ila Allah)
tanpa diikuti penyatuan
dengan-Nya.
a. Pandangan Al-Ghazali
tentang Ma’rifat
Menurut Al-Ghazali, ma’rifat
adalah mengetahui rahasia
Allah dan mengetahui
peraturan-peraturan Tuhan
tentang segala yang ada, alat
untuk memperoleh ma’rifat
bersandar pada sir-qolb dan
roh. Pada saat sir, qalb dan
roh yang telah suci dan
kosong itu dilimpahi cahaya
Tuhan dan dapat mengetahui
rahasia-rahasia Tuhan, kelak
keduanya akan mengalami
iluminasi (kasyf) dari Allah
dengan menurunkan
cahayanya kepada sang sufi
sehingga yang dilihatnya
hanyalah Allah, di sini
sampailah ia ke tingkat
ma’rifat.
b. Pandangan Al-Ghazali
tentang As-As’adah
Menurut Al-Ghazali, kelezatan
dan kebahagiaan yang paling
tinggi adalah melihat Allah
(ru’yatullah) di dalam kitab
Kimiya As-Sa’adah, ia
menjelaskan bahwa As-
Sa’adah (kebahagiaan) itu
sesuai dengan watak (tabiat).
Sedangkan watak sesuatu itu
sesuai dengan ciptaannya;
nikmatnya mata terletak pada
ketika melihat gambar yang
bagus dan indah, nikmatnya
telinga terletak ketika
mendengar suara merdu.
Demikian juga seluruh
anggota tubuh, mempunyai
kenikmatan tersendiri
Kenikmatan qolb sebagai alat
memperoleh ma’rifat terletak
ketika melihat Allah. Melihat
Allah merupakan kenikmatan
paling agung yang tiada
taranya karena ma’rifat itu
sendiri agung dan mulia.
Kelezatan dan kenikmatan
dunia tergantung pada nafsu
dan akan hilang setelah
manusia mati, sedangkan
kelezatan dan kenikmatan
melihat Tuhan tergantung
pada qalb dan tidak akan
hilang walaupun manusia
sudah mati, hal ini karena \
qalb tidak ikut mati, malah
kenikmatannya bertambah
karena dapat keluar dari
kegelapan menuju cahaya
terang.

Jumat, 21 Agustus 2009

Selasa, 18 Agustus 2009

Jumat, 14 Agustus 2009

Kamis, 13 Agustus 2009

PENERAPAN PEMBELAJARANKOOPERATIF TIPE BERCERITABERPASANGAN PADA MATAPELAJARAN BAHASAINDONESIA DI KELAS VISEKOLAH DASAR

Ringkasan:
Dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tidak
dapat dipungkiri bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan yang
dikembangkan dan diterapkan
oleh guru di sekolah dasar
sangat berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar
siswa.
Kegiatan pembelajaran yang
masih dilakukan secara
klasikal dengan model yang
banyak diwarnai dengan
ceramah dan bersifat guru
sentris menyebabkan siswa
kurang aktif terlibat dalam
kegiatan pembelajaran. Selain
itu pembelajaran bahasa
Indonesia pada hakekatnya
adalah belajar untuk
meningkatkan kemampuan
siswa dalam berkomunikasi
secara lisan dan tertulis
dengan menggunakan bahasa
Indonesia di segala fungsinya.
Berdasarkan uraian di atas
maka kiranya perlu
diterapkan suatu metode
belajar yang menjadikan siswa
aktif dan menyenangkan
sehingga prestasi belajarnya
meningkat maka dari itu
diadakan penelitian tentang
bagaimana proses belajar
mengajar mata pelajaran
Bahasa Indonesia dengan
penerapan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan dan apakah
melalui pembelajaran
tersebut dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas VI
sekolah dasar.
Metode yang digunakan
adalah metode analisis
deskriptif yaitu metode yang
tidak menguji hipotesis
melainkan hanya
mendeskripsikan informasi
apa adanya sesuai dengan
variabel-variabel yang diteliti.
Dari hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan dalam
pembelajaran Bahasa
Indonesia ternyata dapat
meningkatkan prestasi belajar
anak.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran dan
atau latihan bagi peranannya
di masa yang akan datang.
Pada hakekatnya
pembelajaran bahasa,
khususnya bahasa Indonesia
yaitu belajar berkomunikasi
dalam upaya meningkatkan
kemampuan siswa untuk
berkomunikasi secara lisan
dan tertulis serta untuk
mengembangkan kemampuan
menggunakan bahasa
Indonesia dalam segala
fungsinya yaitu sebagai sarana
berpikir atau bernalar.
Di lembaga pendidikan yang
bersifat formal seperti
sekolah, keberhasilan
pendidikan dapat dilihat dari
hasil belajar siswa dalam
prestasi belajarnya. Kualitas
dan keberhasilan belajar siswa
sangat dipengaruhi oleh
kemampuan dan ketepatan
guru memilih dan
menggunakan metode
pengajaran.
Kenyataan di lapangan,
khususnya dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia,
kegiatan pembelajarannya
masih dilakukan secara
klasikal. Pembelajaran lebih
ditekankan pada model yang
banyak diwarnai dengan
ceramah dan bersifat guru
sentris. Hal ini mengakibatkan
siswa kurang terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
Kegiatan siswa hanya duduk,
diam, dengar, catat dan hafal.
Kegiatan ini mengakibatkan
siswa kurang ikut
berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran yang cenderung
menjadikan mereka cepat
bosan dan malas belajar.
Melihat kondisi demikian,
maka perlu adanya alternatif
pembelajaran yang
berorientasi pada bagaimana
siswa belajar menemukan
sendiri informasi,
menghubungkan topik yang
sudah dipelajari dan yang
akan dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari, serta
dapat berinteraksi multi arah
baik bersama guru maupun
selama siswa dalam suasana
yang menyenangkan dan
bersahabat. Salah satu
alternatif yang dapat
digunakan sebagaimana yang
disarankan para ahli
pendidikan adalah
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan.
Pembelajaran kooperatif
merupakan sistem
pembelajaran yang
memberikan kesempatan
pada anak untuk bekerja
sama dengan tugas-tugas
terstruktur (Lie, 1999:12).
Melalui pembelajaran ini siswa
bersama kelompok secara
gotong royong maksudnya
setiap anggota kelompok
saling membantu antara
teman yang satu dengan
teman yang lain dalam
kelompok tersebut sehingga di
dalam kerja sama tersebut
yang cepat harus membantu
yang lemah, oleh karena itu
setiap anggota kelompok
penilaian akhir ditentukan
oleh keberhasilan kelompok.
Kegagalan individu adalah
kegagalan kelompok dan
sebaliknya keberhasilan siswa
individual adalah keberhasilan
kelompok. Sedangkan
bercerita berpasangan
merupakan salah satu tipe
dalam pembelajaran
kooperatif. Yang
membedakan tipe bercerita
berpasangan dengan lainnya
adalah dalam tipe ini guru
memperhatikan skemata atau
latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini
agar bahan pelajaran menjadi
lebih bermakna. Dalam
kegiatan ini, siswa dirangsang
untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan
berimajinasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan di atas
dapat dirumuskan
permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses belajar
mengajar mata pelajaran
Bahasa Indonesia dengan
penerapan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan di kelas VI
Sekolah Dasar?
2. Apakah keuntungan dan
kelemahan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan pada
mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VI Sekolah
Dasar?
C. Tujuan Penulisan
Melalui penulisan ini bertujuan
untuk :
1. Mengetahui bagaimana
proses belajar mengajar
Bahasa Indonesia dengan
penerapan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan di kelas VI
Sekolah Dasar.
2. Mengetahui keuntungan
dan kelemahan penerapan
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan untuk
meningkatkan prestasi belajar
siswa di kelas VI Sekolah
Dasar.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang diperoleh dari
hasil penulisan ini adalah :
1. Bagi penulis atau
mahasiswa PGSD, dapat
dijadikan sebagai salah satu
modal pembelajaran yang
nantinya dapat diterapkan
pada saat terjun langsung di
masyarakat.
2. Bagi guru, hasil penelitian
ini dapat dijadikan alternatif
pembelajaran di sekolah guna
meningkatkan prestasi belajar
siswa.
3. Bagi siswa, dapat
memotivasi siswa dalam
beraktifitas atau berpikir
secara optimal dalam metode
kooperatif agar siswa tidak
jenuh dan bosan.
E. Batasan Masalah
Agar dalam pembahasan
penelitian ini tidak
menyimpang dari tujuan yang
telah ditetapkan maka :
1. Penelitian ini hanya
membatasi pada penerapan
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan.
2. Penelitian ini difokuskan
pada mata pelajaran Bahasa
Indonesia pokok bahasan
mendengarkan berita.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Sistem pembelajaran
kooperatif bisa didefinisikan
sebagai sistem kerja/belajar
kelompok yang terstruktur.
Yang termasuk dalam struktur
ini adalah lima unsur pokok
yaitu saling ketergatungan
positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal,
keahlian bekerja sama dan
proses kelompok. Metode
pembelajaran kooperatif
disebut juga metode
pembelajaran gotong royong.
Ironisnya model pembelajaran
kooperatif belum banyak
diterapkan dalam pendidikan,
walaupun orang Indonesia
sangat membanggakan sifat
gotong royong dalam
kehidupan bermasyarakat.
Kebanyakan pengajar enggan
menerapkan sistem kerja
sama di dalam kelas karena
beberapa alasan. Alasan yang
utama adalah kekhawatiran
bahwa akan terjadi kekacauan
di kelas dan siswa tidak
belajar jika mereka
ditempatkan dalam grup.
Selain itu, banyak orang
mempunyai kesan negatif
mengenai kegiatan kerja sama
atau belajar dalam kelompok.
Menurut Bannet (1991),
cooperative learning adalah
kerja kelompok, tetapi tidak
semua kerja kelompok
merupakan pembelajaran
kooperatif. Unsur dasar
pembelajaran kooperatif
adalah :
1. Ketergantungan yang positif
2. Akuntabilitas individual
3. Interaksi tatap muka
4. Ketrampilan sosial
5. Prosesing
Roger dan David Johnson
mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa
dianggap pembelajaran
kooperatif. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima
unsur model pembelajaran
gotong royong harus
diterapkan :
a. Saling ketergantungan
positif
b. Tanggung jawab
perseorangan
c. Tatap muka
d. Komunikasi antar anggota
e. Evaluasi proses kelompok
a. Saling ketergantungan
positif
Keberhasilan kelompok
sangat tergantung pada usaha
setiap anggotanya. Untuk
mencapai kelompok kerja
yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian
rupa, sehingga setiap anggota
kelompok harus
menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain bisa
mencapai tujuan mereka.
Penilaian juga dilakukan
dengan cara yang unik. Setiap
siswa mendapat nilainya
sendiri dan nilai kelompok.
Nilai kelompok dibentuk dari
“sumbangan” setiap anggota.
Untuk menjaga keadilan,
setiap anggota
menyumbangkan poin di atas
nilai rata-rata mereka.
Misalnya nilai rata-rata si A
adalah 65 dan kali ini dia
mendapat 72, maka dia akan
menyumbangkan 7 poin untuk
nilai kelompok mereka.
Dengan demikian, setiap siswa
akan bisa mempunyai
kesempatan untuk
memberikan sumbangan.
Beberapa siswa yang kurang
mampu tidak akan merasa
minder terhadap rekan-rekan
mereka karena toh mereka
enggan memberikan
sumbangan. Malahan merasa
terpacu untuk meningkatkan
usaha mereka dan dengan
demikian menaikkan nilai
mereka. Sebaliknya, siswa
yang lebih pandai juga tidak
akan merasa dirugikan karena
rekannya yang kurang mampu
juga telah memberikan bagian
sumbangan mereka.
b. Tanggung jawab
perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian
dibuat menurut prosedur
model pembelajaran
kooperatif, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang
terbaik. Kunci keberhasilan
metode pembelajaran
kooperatif adalah persiapan
guru dalam penyusunan
tugasnya. Masing-masing
anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung
jawabnya sendiri agar tugas
selanjutnya dalam kelompok
bisa dilaksanakan.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus
diberikan kesempatan untuk
bertemu muka dan berdiskusi.
Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar
untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua
anggota. Hasil pemikiran
beberapa kepala akan lebih
kaya daripada hasil pemikiran
dari satu kepala saja. Lebih
jauh lagi, hasil kerja sama ini
jauh lebih besar daripada
jumlah hasil masing-masing
kelompok. Para anggota
kelompok perlu diberi
kesempatan untuk saling
mengenal dan menerima satu
sama lain dalam kegiatan
tatap muka dan interaksi
pribadi.
d. Komunikasi antar anggota
Sebelum menugaskan siswa
dalam kelompok, pengajar
perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Keberhasilan
suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan
para anggotanya untuk saling
mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat
mereka.
e. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan
waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses
kerja kelompok dan hasil
kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama
dengan lebih efektif. Format
evaluasi bisa bermacam-
macam tergantung pada
tingkat pendidikan siswa.
Tujuan pembelajaran
kooperatif antara lain dapat
meningkatkan prestasi belajar
siswa, meningkatkan motivasi
belajar siswa, menumbuhkan
sikap saling menghormati dan
bekerja sama, menumbuhkan
sikap tanggung jawab,
meningkatkan rasa percaya
diri, dapat belajar
memecahkan masalah dengan
cara yang lebih baik.
Pembelajaran kooperatif
terdapat berbagai teknik/tipe
yang dapat diterapkan antara
lain :
a. Mencari Pasangan (make a
match), dikembangkan oleh
Lorna Curran (1994).
b. Bertukar Pasangan
c. Berpikir – Berpasangan –
Berempat, dikembangkan oleh
Frank Lyman (Think – Pair –
Share) dan Spencer Kagan
Think – Pair – Square).
d. Berkirim Salam dan Soal
e. Kepala Bernomor
(Numbered Heads),
dikembangkan oleh Spencer
Kagan (1992).
f. Kepala Bernomor
Terstruktur
g. Dua Tinggal Dua Tamu (Two
Stay Two Guests),
dikembangkan oleh Spencer
Kagan (1992).
h. Keliling Kelas
i. Lingkaran Kecil Lingkaran
Besar
j. Tari Bambu
k. Jigsaw, dikembangkan oleh
Aronsol et al.
l. Bercerita Berpasangan
Menurut Savage (1996:222)
dalam pembelajaran
kooperatif diperlukan
keputusan dari guru untuk
mengambil langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Menentukan topik yang
akan digunakan dalam kerja
kelompok.
b. Membuat keputusan
tentang ukuran dan komposisi
kelompok.
c. Menyiapkan segala sesuatu
yang dibutuhkan.
d. Memantau kerja siswa
dalam kelompok.
e. Memberikan saran
penyelesaian masalah yang
cocok.
f. Evaluasi serta memberikan
saran-saran.
Dalam metode pembelajaran
kooperatif siswa juga bisa
belajar dari sesama teman.
Guru lebih berperan sebagai
fasilitator. Tentu saja, ruang
kelas juga perlu ditata
sedemikian rupa, sehingga
menunjang pembelajaran
kooperatif. Tentu saja,
keputusan guru dalam
penataan ruang kelas harus
disesuaikan dengan kondisi
dan situasi ruang kelas dan
sekolah. Beberapa faktor
yang perlu dipertimbangkan
adalah :
a. Ukuran ruang kelas
b. Jumlah siswa
c. Tingkat kedewasaan siswa
d. Toleransi guru dan kelas
sebelah terhadap kegaduhan
dan lalu lalang siswa
e. Toleransi masing-masing
siswa terhadap kegaduhan
dan lalu lalang siswa
f. Pengalaman guru dalam
melaksanakan metode
pembelajaran gotong royong
g. Pengalaman siswa dalam
melaksanakan pembelajaran
gotong royong.
Seperti telah diungkapkan,
tidak semua kerja kelompok
bisa dianggap sama dengan
model pembelajaran
kooperatif. Pengelolaan kelas
model pembelajaran
kooperatif bertujuan untuk
membina pembelajar dalam
mengembangkan niat dan kiat
bekerja sama dan berinteraksi
dengan pembelajar lainnya.
Ada tiga hal penting yang
perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas model
pembelajaran kooperatif yaitu
pengelompokkan, semangat
kooperatif, dan penetaan
ruang kelas.
B. Pembelajaran Kooperatif
Tipe Bercerita Berpasangan
Teknik mengajar Bercerita
Berpasangan (Paired
Storylelling) dikembangkan
sebagai pendekatan interaktif
antara siswa, pengajar, dan
bahan pelajaran (Lie, 1994).
Teknik ini bisa digunakan
dalam pengajaran membaca,
menulis, mendengarkan,
ataupun bercerita. Teknik ini
menggabungkan kegiatan
membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara.
Bahan pelajaran yang palin
cocok digunakan dalam teknik
ini adalah bahan yang bersifat
naratif dan deskriptif. Namun,
hal ini tidak menutup
kemungkinan dipakainya
bahan-bahan yang lainnya.
Dalam teknik ini, guru
memperhatikan skemata atau
latar belakang pengalaman
siswa dan membantu siswa
mengaktifkan skemata ini
agar bahan pelajaran menjadi
lebih bermakna. Dalam
kegiatan ini, siswa diransang
untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan
kemampuan berimajinasi.
Buah-buah pemikiran mereka
akan dihargai, sehingga siswa
merasa makin terdorong
untuk belajar. Selain itu, siswa
bekerja dengan sesama siswa
dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi.
Bercerita berpasangan bisa
digunakan untuk suasana
tingkatan usia anak didik.
Tahap-tahap pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan antara lain :
1. Pengajar membagi bahan
pelajaran yang akan diberikan
menjadi dua bagian.
2. Sebelum bahan pelajaran
diberikan, pengajar
memberikan pengenalan
mengenai topik yang akan
dibahas dalam bahan
pelajaran untuk hari itu.
Pengajar bisa menuliskan
topik di papan tulis dan
menanyakan apa yang siswa
ketahui mengenai topik
tersebut. Kegiatan
brainstorming ini dimaksudkan
untuk mengaktifkan skemata
siswa agar lebih siap
menghadapi bahan pelajaran
yang baru. Dalam kegiatan ini,
pengajar perlu menekankan
bahwa memberikan tebakan
yang benar bukanlah
tujuannya. Yang lebih penting
adalah kesiapan mereka
dalam mengantisipasi bahan
pelajaran yang akan diberi
hari itu.
3. Siswa dipasangkan.
4. Bagian pertama bahan
diberikan kepada siswa yang
pertama. Sedangkan siswa
yang kedua menerima bagian
yang kedua.
5. Kemudian siswa disuruh
mendengarkan atau membaca
bagian mereka masing-
masing.
6. Sambil membaca/
mendengarkan, siswa disuruh
mencatat dan mendaftar
beberapa kata/frasa kunci
yang ada dalam bagian
masing-masing. Jumlah kata/
frasa bisa disesuaikan dengan
panjang teks bacaan.
7. Setelah selesai membaca,
siswa saling menukar daftar
kata/frasa kunci dengan
pasangan masing-masing.
8. Sambil mengingat-ingat/
memperhatikan bagian yang
telah dibaca/didengarkan
sendiri, masing-masing siswa
berusaha untuk mengarang
bagian lain yang belum
dibaca/didengarkan (atau
yang sudah dibaca/
didengarkan pasangannya)
berdasarkan kata-kata/frasa-
frasa kunci dari pasangannya.
Siswa yang telah membaca/
mendengarkan bagian yang
pertama berusaha untuk
menuliskan apa yang terjadi
selanjutnya. Sedangkan siswa
yang membaca/
mendengarkan bagian yang
kedua menuliskan apa yang
terjadi sebelumnya.
9. Tentu saja, versi karangan
sendiri ini tidak harus sama
dengan bahan yang
sebenarnya. Tujuan kegiatan
ini bukan untuk mendapatkan
jawaban yang benar,
melainkan untuk
meningkatkan partisipasi
siswa dalam kegiatan belajar
dan mengajar. Setelah selesai
menulis, beberapa siswa bisa
diberi kesempatan untuk
membacakan hasil karangan
mereka.
10. Kemudian, pengajar
membagikan bagian cerita
yang belum terbaca kepada
masing-masing siswa. Siswa
membaca bagian tersebut.
11. Kegiatan ini bisa diakhiri
dengan diskusi mengenai topik
dalam bahan pelajaran hari
itu. Diskusi bisa dilaksanakan
antara pasangan atau dengan
seluruh kelas.
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Metode yang digunakan
adalah metode analisis
deskriptif, yaitu metode yang
tidak menguji hipotesis
melainkan hanya
mendeskripsikan informasi
apa adanya sesuai dengan
variabel-variabel yang diteliti.
Penulisan karya ini termasuk
penelitian dengan pendekatan
kualitatif yang datanya
dinyatakan dalam keadaan
sewajarnya atau apa adanya
(naturalistik), tidak diubah
dalam bentuk simbol-simbol
atau bilangan dengan maksud
untuk menemukan kebenaran
dibalik data yang objektif dan
cukup. Penelitian ini lebih
menekankan analisisnya pada
proses penyimpulan deduktif
dan induktif serta pada nalisis
terhadap dinamika hubungan
antar fenomena yang diamati
dengan menggunakan logika
ilmiah. Hal ini bukan berarti
pendekatan kualitatif sama
sekali tidak menggunakan
dukungan data kuantitatif
akan tetapi penekanannya
tidak pada pengujian hipotesis
melainkan pada usaha
menjawab pertanyaan
penelitian melalui cara-cara
berpikir formal dan
argumentatif. Banyak
penelitian kualitatif
merupakan penelitian sampel
kecil.
Data atau informasi yang
diajring penelitian kualitatif
dapat terbentuk gejala yang
sedang berlangsung,
reproduksi ingatan, pendapat
yang bersifat teoritis atau
praktis dan lain-lainnya. Data
tersebut baik berupa kata
atau tindakan, oleh karena itu
analisis isi lebih penting.
Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah teknik
dokumenter. Istilah
dokumenter atau dokumentasi
berasal dari kata dokumen
yang berarti barang-barang
tertulis. Alat pengumpul
datanya disebut form
dokumen atau form
pencatatan dokumen.
Sedangkan sumber datanya
berupa catatan atau
dokumen. Metode
dokumenter dengan demikian
berarti upaya pengumpulan
data dengan menyelidiki
benda-benda tertulis. Benda
tertulis tersebut dapat berupa
catatan resmi seperti buku,
majalah, dokumen, peraturan-
peraturan, notulen rapat, dan
lain-lainnya, atau catatan
tidak resmi, berupa catatan
ekspresif seperti catatan
harian, bibliografi dan lain
sebagainya.
Analisis data kualitatif
menurut Lexy J. Moleong
(1994:196) sebagai berikut:
a. Menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai
sumber.
b. Reduksi data.
c. Menyusun data hasil reduksi
ke dalam satuan-satuan.
d. Melakukan kategorisasi
terhadap satuan-satuan data
sambil membuat kodig.
e. Uji keabsahan data.
f. Penafsiran data dalam
mengubah hasil sementara
menjadi teori substantif
dengan menggunakan
beberapa metode tertentu.
g. Penarikan kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Dari hasil analisis buku-buku
yang berkaitan dengan
penerapan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia
kelas VI Sekolah Dasar,
penulis dapat menyusun
rencana pembelajaran yang
sesuai.
Di bawah ini adalah contoh
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang
menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia
kelas VI Sekolah Dasar
RENCANA PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN
(RPP)
Mata Pelajaran : Bahasa
Indonesia
Kelas / semester : VI / I
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit
Standar Kompetensi : 2.
Memberikan informasi dan
tanggapan secara lisan
Kompetensi Dasar : 2.1.
Menyampaikan pesan/
informasi yang diperoleh dari
berbagai media dengan
bahasa yang runtut, baik dan
benar
Indikator : 1. Mencatat pokok-
pokok isi berita televisi atau
radio yang didengarkan.
2. Menuliskan pokok-pokok isi
berita ke dalam satu kalimat
atau lebih.
3. Menyampaikan hasil
karangan yang berasal dari
perbandingan catatan sendiri
dengan catatan teman satu
kelompok.
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
• Siswa dapat mencatat
pokok-pokok isi berita televisi
atau radio yang didengarkan.
• Siswa dapat menuliskan
pokok-pokok isi berita ke
dalam satu kalimat atau lebih.
• Siswa dapat menanggapi dan
menyimpulkan isi berita yang
didengar.
• Siswa dapat menyampaikan
hasil karangan mereka.
II. MATERI POKOK
Berita televisi atau radio
III. METODE PEMBELAJARAN
• Metode pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan
IV. LANGKAH PEMBELAJARAN
A. Kegiatan Awal
 Menciptakan lingkungan :
salam pembuka dan berdo’a
 Tanya jawab mengenai
berita
 Mengulang sepintas materi
yang lalu yang berhubungan
dengan materi hari ini.
B. Kegiatan Inti
 Guru membagi kelas
menjadi beberapa kelompok
dan setiap kelompok terdiri
dari 2 orang siswa
(berpasangan).
 Sebelum memberikan tugas
kepada siswa, guru
menjelaskan materi dan
langkah pengerjaan tugas.
 Guru membagi berita
menjadi 2 bagian.
 Siswa pertama pada tiap
kelompok mendengarkan
berita bagian pertama, siswa
kedua mendengarkan berita
bagian kedua.
 Siswa mendengarkan bagian
berita mereka masing-masing
kemudian menuliskan pokok-
pokok isi berita mereka.
 Setelah selesai
mendengarkan siswa saling
menukar pokok-pokok isi
berita dengan pasangan
masing-masing.
 Kemudian siswa yang telah
mendengarkan bagian
pertama berusaha untuk
menuliskan apa yang terjadi
selanjutnya. Sedangkan siswa
yang mendengarkan bagian
kedua menuliskan apa yang
terjadi sebelumnya
berdasarkan pokok-pokok isi
berita yang berasal dari
pasangannya.
 Setelah selesai membuat
karangan, guru meminta
sebagian siswa membacakan
hasil karangan mereka.
 Guru membagikan bagian
berita yang belum terbaca
kepada masing-masing siswa.
C. Kegiatan Akhir
 Setiap pasangan berdiskusi
dengan pasangan lain atau
dengan seluruh kelas tentang
berita yang dikerjakan tadi.
 Guru membuat kesimpulan
dari kegiatan pada pertemuan
inti.
 Guru melakukan tes dengan
memberi pertanyaan lisan
kepada siswa.
 Guru memberi tugas rumah
kepada siswa untuk
menuliskan pokok-pokok
berita televisi.
V. ALAT DAN SUMBER
BELAJAR
• Naskah berita radio atau
televisi
• Buku paket Bahasa
Indonesia kelas VI Sekolah
Dasar
• KTSP
• Cinta Bahasa Kita 6, Ganeca
Exact, 2004.
VI. PENILAIAN
• Tes lisan : Tanya jawab
• Penilaian proses : Dilakukan
melalui pengamatan saat
peserta didik melakukan
kegiatan.
• Tes perbuatan : Diskusi
Surabaya, Juni 2007
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru
Keuntungan dan kelemahan
strategi belajar mengajar
menggunakan teknik kerja
kelompok antara lain :
Keuntungan :
a. Dapat memberikan
kesempatan kepada para
siswa untuk menggunakan
ketrampilan bertanya dan
membahas sesuatu masalah.
b. Dapat mengembangkan
bakat kepemimpinan dan
mengajarkan ketrampilan
berdiskusi.
c. Para siswa lebih aktif
tergabung dalam pelajaran
mereka, dan mereka lebih
aktif berpartisipasi dalam
diskusi.
d. Dapat memberi
kesempatan kepada para
siswa untuk mengembangkan
rasa menghargai dan
menghormati pribadi
temannya, menghargai
pendapat orang lain; hal mana
mereka telah saling
membantu kelompok dalam
usahanya mencapai tujuan
bersama.
e. Dapat memungkinkan guru
untuk lebih memperhatikan
siswa sebagai individu serta
kebutuhannya belajar.
Kelemahan :
a. Menuntut pengaturan
tempat duduk yang berbeda-
beda dan gaya mengajar yang
berbeda-beda pula.
b. Keberhasilan strategi kerja
kelompok ini tergantung
kepada kemampuan siswa
memimpin kelompok atau
untuk bekerja sendiri.
B. Pembahasan
Berdasarkan dari hasil analisis
data yang diperoleh dari
analisis dokumen, penulis
sudah dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran dari
awal sampai akhir untuk
menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia di
kelas VI Sekolah Dasar.
Pengajaran yang dilakukan
oleh guru adalah memberikan
kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi dalam
kegiatan belajar mengajar.
Kegiatan seperti itu
memberikan kesempatn
kepada siswa untuk
berdiskusi, bertanya, maupun
mengeluarkan pendapat,
serta berinteraksi dengan
siswa yang menjadikan siswa
aktif dalam kelas. Dengan
demikian peran guru di dalam
kelas bukan lagi sebagai satu-
satunya sumber belajar tetapi
lebih bersifat sebagai
penggerak atau pembimbing
siswa untuk memperoleh
pengetahuannya sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh
siswa sendiri akan lebih
melekat lebih lama di pikiran
dan menjadikan prestasi
belajar siswa meningkatkan.
Pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan
menggabungkan kegiatan
membaca, menulis,
mendengarkan dan berbicara.
Oleh karena itu pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan sangat cocok
untuk pembelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar.
Dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia dengan
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan
merangsang siswa untuk
mengembangkan kemampuan
berpikir dan kemampuan
berimajinasi. Buah-buah
pemikiran siswa akan
dihargai, sehingga siswa
merasa semakin terdorong
untuk belajar. Selain itu, siswa
bekerja dengan sesama siswa
dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah
informasi dan meningkatkan
ketrampilan berkomunikasi. Di
samping itu situasi kelas
menjadi menyenangkan dan
bersahabat.
Penerapan pembelajaran
kooperatif ini tergolong masih
relatif baru dan belum banyak
diterapkan di kelas-kelas.
Oleh karena itu dalam
menerapkan pembelajaran
kooperatif ini menemukan
berbagai kendala di antaranya
yaitu kesulitan
mengkoordinasikan siswa
kepada situasi yang
dikehendaki tipe bercerita
berpasangan. Siswa-siswa
sebagian besar masih belum
mengerti dan banyak bertanya
tentang apa yang harus
dilakukan, sehingga banyak
menyita waktu dan perhatian
guru. Di samping itu guru juga
harus mengatur tempat duduk
yang berbeda-beda dan gaya
mengajar yang berbeda-beda
pula.
Untuk mengatasi kendala
tersebut yang dilakukan oleh
guru adalah memberikan
pengertian dan penjelasan
berulang mengenai segala
sesuatu yang harus dilakukan
oleh siswa agar sesuai dengan
prosedur yang diinginkan.
Karena yang dihadapi adalah
anak usia SD maka guru
sebaiknya menggunakan
langkah pembelajaran
kooperatif tipe bercerita
berpasangan yang sesuai
dengan keadaan dan
kemampuan siswa.
Kemudian untuk masalah
tempat duduk siswa, guru
dapat mengatur penetaan
bangku yang berbeda-beda
misalnya dengan meja tapal
kuda, meja panjang, penataan
tapal kuda, meja
laboratorium, meja kelompok,
klasikal, bangku individu
dengan meja tulisnya, meja
berbaris.
Pengalaman guru dan siswa
pada pembelajaran kooperatif
juga turut menentukan
keberhasilan dalam
pembelajaran.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan
pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif atau
kerja sama antar kelompok
yang anggota kelompok saling
membantu antar teman yang
satu dengan teman yang lain
dalam kelompok tersebut,
sehingga di dalam kerja
kelompok atau pembelajaran
kooperatif, siswa yang lebih
pandai dapat membantu siswa
yang lemah.
Dengan adanya model
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan siswa
dapat lebih aktif untuk
mengembangkan kemampuan
berpikir dan kemampuan
berimajinasi. Di samping itu
pembelajaran ini juga
memberikan kesempatan
kepada siswa untuk diskusi,
bertanya, maupun
mengeluarkan pendapat serta
berinteraksi dengan siswa
yang menjadikan siswa aktif
dalam kelas.
Penerapan pembelajaran
kooperatif memiliki kendala di
antaranya kesulitan
mengkoordinasikan siswa
kepada situasi yang
dikehendaki. Dan juga
terdapat kelemahan pada
teknik belajar kelompok
misalnya mengatur penataan
bangku yang berbeda-beda
dan model/gaya mengajar
yang berbeda-beda pula.
B. Saran
Bertitik tolak dari hasil
pembahsan, maka dapat
dikemukan saran-saran yang
kiranya berguna dalam proses
pembelajaran :
a. Mengingat metode
pembelajaran kooperatif tipe
bercerita berpasangan untuk
meningkatkan prestasi
belajar, maka hendaknya guru
menerapkan metode
pembelajaran ini di kelas
sebagai selingan metode-
metode belajar yang sudah
ada.
b. Pembelajaran ini hendaknya
diterapkan secara kontinu
baik untuk mata pelajaran
Bahasa Indonesia maupun
pelajaran yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saifuddin. 2005.
Metode Penelitian.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Depdiknas. 2006. Kurikulum
SD/MI Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia. Jakarta : Depdiknas.
Lie, Anita. 2002. Cooperative
Learning. Jakarta : Gramedia.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.
Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Rofi’uddin, Ahmad, dkk. 1999.
Pendidikan Bahasa Indonesia
di Kelas Tinggi. Jakarta :
Depdikbud.
Rostiyah, N.K. 2001. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Wibowo, Teguh. 2004. Cinta
Bahasa Kita 6. Jakarta :
Ganeca Exact.

Selasa, 11 Agustus 2009

MAKALAH AGAMA ISLAMTENTANG I'JAZ AL-QUR'AN

MUQODIMAH
Pada kesempatan ini penulis
akan mengemukakan bahasan
tentang salah satu cabang
pokok bahasan Ulumul Qur'an
di antara cabang pokok
bahasan Ulumul Qur'an
adalah sebagai berikut:
Ilmu Adab Tilawat Al-Qur'an,
Ilmu tajwid, Ilmu Muwathim
An Nuzul, Ilmu Towarih An
Nuzul, Ilmu Ashab An Nuzul,
Ilmu Qiroat, Ilmu Ghaib Al-
Qur'an, Ilmu I’rab Al-Qur'an,
Ilmu Wiyahwa An Nazhair,
Ilmu Ma’rifat Al Muhkam Wa
Al-Mutasyabih, Ilmu Nasik wa
Al Mansuk, ilmu Badai’u Al-
Qur'an, ilmu Ijaz Al-Qur'an,
Ilmu Tawasub Ayat Al-Qur'an,
Ilmu Aqsam Al-Qur'an, Amtsal
Al-Qur'an, Ilmu Jadal Al-
Qur’an.
Dari kesekian ilmu-ilmu Al-
Qur'an penulis akan mencoba
mengemukakan bahasan
tentang I’jaz Al-Qur'an
A.Pengertian I’jaz Al-Qur'an
Kata i’jaz diambil dari kata
kerja a’jaza-i’jaza yang berarti
melemahkan atau menjadikan
tidak mampu. Ini sejalan
dengan firman Allah SWT
yang berbunyi.
ُتَزَجْعَأ ْنَأ َنْوُكَأ َلْثِم
ِباَرُغْلااَذَه َيِراَوُأَف
َةَءْوَس ْيِخَأ )ةدئاملا: 31 )
Artinya:
“…Mengapa aku tidak mampu
berbuat seperti burung gagak
ini, lalu aku dapat
menguburkan mayat
saudaraku ini” (QS. Al Maidah
(5): 31)
Lebih jauh Al-Qaththan
mendefinisikan I’jaz dengan:
ُراَهْظِإ ِقْدِص ِِّيِبَّنلا
ىَلَص ُهللا ِهْيَلَع َمَّلَسَو
ىَوْعَدىِف ِةَلاَسِّرلا ِراَهظاِب
ِزْجَع ِبَرَعْلا ْنَع ِهِتَزِجَعُم
ِةَدِلاَخلْا َيِهَو ُناْرُقلْا
ِرْجَعَو ِلاَيْجَألْا ْمُهَدْعَب .
Artinya:
“Memperlihatkan kebenaran
Nabi SAW. atas pengakuan
kerasulannya, dengan cara
membuktikan kelemahan
orang Arab dan generasi
sesudahnya untuk menandingi
kemukjizatan Al-Qur'an.”
Pelakunya (yang
melemahkan) dinamai
mu’jiz. Bila kemampuannya
melemahkan pihak lain amat
menonjol sehingga mampu
membungkam lawan, ia
dinamai mujizat. Tambahan ta’
marbhuthah pada akhir kata
itu mengandung makna
mubalighah (superlatif).
Mukjizat didefinisikan oleh
pakar agama Islam, antara
lain sebagai suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang
terjadi melalui seorang yang
mengaku Nabi, sebagai bukti
kenabiannya sebagai
tantangan bagi orang ragu,
untuk melakukan atau
mendatangkan hal serupa,
tetapi tidak melayani
tantangan itu. Dengan redaksi
yang berbeda, mukjizat
didefinisikan pula sebagai
suatu yang luar biasa yang
diperlihatkan Allah SWT.
Melalui para Nabi dan Rasul-
Nya, sebagai bukti atas
kebenaran pengakuan
kenabian dan kerasulannya.
Atau Manna’ Al-Qhathan
mendefinisikannya demikian:
ُرْمَأ ٌقِراَخ ِةَداَعْلِل ٌنْوُرْقَم
ْيِّدَحَّتلاِب ٌمِلاَس ِنَع
ِةَضَراَعُملْا.
Artinya:
“Suatu kejadian yang keluar
dari kebiasaan, disertai
dengan unsur tantangan, dan
tidak akan dapat ditandingi.”
Unsur-unsur mukjizat,
sebagaimana dijelaskan oleh
Quraish Shihab, adalah:
1.Hal atau peristiwa yang luar
biasa
Peristiwa-peristiwa alam, yang
terlihat sehari-hari, walaupun
menakjubkan, tidak dinamai
mukjizat. Hal ini karena
peristiwa tersebut merupakan
suatu yang biasa. Yang
dimaksud dengan “luar biasa”
adalah sesuatu yang berbeda
di luar jangkauan sebab akibat
yang hukum-hukumnya
diketahui secara umum.
Demikian pula dengan hipnotis
dan sihir, misalnya sekilas
tampak ajaib atau luar biasa,
karena dapat dipelajari, tidak
termasuk dalam pengertian
“luar biasa” dalam definisi di
atas.
2.Terjadi atau dipaparkan oleh
seseorang yang mengaku
Nabi.
Hal-hal di luar kebiasaan tidak
mustahil terjadi pada diri
siapapun. Apabila
keluarbiasaan tersebut bukan
dari seorang yang mengaku
Nabi, hal itu tidak dinamai
mukjizat. Demikian pula
sesuatu yang luar biasa pada
diri seseorang yang kelak
bakal menjadi Nabi ini pun
tidak dinamai mukjizat,
melainkan irhash.
Keluarbiasaan itu terjadi pada
diri seseorang yang taat dan
dicintai Allah, tetapi inipun
tidak disebut mukjizat,
melainkan karamah atau
kerahmatannya. Bahkan,
karamah ini bisa dimiliki oleh
seseorang yang durhaka
kepada-Nya, yang terakhir
dinamai ihanah (penghinaan)
atau Istidraj (rangsangan
untuk lebih durhaka lagi).
Bertitik tolak dari kayakinan
umat Islam bahwa Nabi
Muhammad SAW. adalah Nabi
terakhir, maka jelaslah bahwa
tidak mungkin lagi terjadi
suatu mukjizat
sepeninggalannya. Namun, ini
bukan berarti bahwa
keluarbiasaan tidak dapat
terjadi dewasa ini.
3.Mendukung tantangan
terhadap mereka yang
meragukan kenabian
Tentu saja ini harus
bersamaan dengan
pengakuannya sebagai Nabi,
bukan sebelum dan
sesudahnya. Di saat ini,
tantangan tersebut harus pula
merupakan sesuatu yang
berjalan dengan ucapan sang
Nabi. Kalau misalnya ia
berkata, “batu ini dapat
bicara”, tetapi ketika batu itu
berbicara, dikatakannya
bahwa “Sang penantang
berbohong”, maka
keluarbiasaan ini bukan
mukjizat, tetapi ihanah atau
istidraj
4.Tantangan tersebut tidak
mampu atau gagal dilayani
Bila yang ditantang berhasil
melakukan hal serupa, ini
berarti bahwa pengakuan
sang penantang tidak terbukti.
Perlu digarisbawahi di sini
bahwa kandungan tantangan
harus benar-benar dipahami
oleh yang ditantang. Untuk
membuktikan kegagalan
mereka, aspek kemukjizatan
tiap-tiap Nabi sesuai dengan
bidang keahlian umatnya.
B.Dasar Dan Urgensi
Pembahasan I’jaz Al-Qur'an
1.Dasar Pembahasan I’jaz Al-
Qur'an
Di antara faktor yang
mendasari urgensi
pembahasan I’jaz Al-Qur'an
adalah kenyataan bahwa
persoalan ini merupakan salah
satu di antara cabang-cabang
pokok bahasan ulumul Al-
Qur'an (ilmu tafsir).
2.Urgensi pembahasan I’jaz Al-
Qur'an
Urgensi pembahasan I’jaz Al-
Qur'an dapat dilihat dari dua
tataran:
1.Tataran Teologis
Mempelajari I’jaz Al-Qur'an
akan semakin menambah
keimanan seseorang muslim.
Bahkan, tidak jarang pula
orang masuk Islam tatkala
sudah mengetahui I’jaz Al-
Qur'an. Terutama ketika
isyarat-isyarat ilmiah, yang
merupakan salah satu aspek
I’jaz Al-Qur'an, sudah dapat
dibuktikan.
2.Tataran Akademis
Mempelajari I’jaz Al-Qur'an
akan semakin memperkaya
khazanah keilmuan keislaman,
khususnya berkaitan dengan
ulum Al-Qur'an (ilmu tafsir)
C.Bukti Historis Kegagalan
Menandingi Al-Qur'an
Al-Qur'an digunakan oleh Nabi
Muhammad SAW untuk
menantang orang-orang pada
masanya dan generasi
sesudahnya yang tidak
mempercayai kebenaran Al-
Qur'an sebagai firman Allah
(bukan ciptaan Muhammad)
dan risalah serta ajaran yang
dibawanya. Terhadap mereka,
sungguhpun memiliki tingkat
fashahah dan balaghah yang
tinggi di bidang bahasa Arab,
Nabi memintanya untuk
menandingi Al-Qur'an dalam
tiga tahapan:
1.Mendatangkan semisal Al-
Qur'an secara keseluruhan,
sebagaimana dijelaskan pada
surat Al-Isra (17) ayat 88:
ْلُق ِنِئَل ِتَعَمَتْجا
َنْوَتْأَيَالْا هِلْثِمِب ْوَلَو
َناَك ْمُهُضْعَب ٍضْعَبِل
اًرْيِهَظ )ءارسإلا: 88 )
Artinya:
“Katakanlah, “Sesungguhnya
jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat
yang serupa Al-Qur'an ini,
niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa
dengan dia, sekalipun
sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian
lain.” (Al-Isra (17): 88)
2.Mendatangkan satu surat
yang menyamai surat-surat
yang ada dalam Al-Qur'an,
sebagaimana dijelaskan oleh
surat Al-Baqarah (2) ayat 23:
ْنِإَو ْمُتْنُك ىِف ٍبْيَر اَّمِم
ىَلَعاَنْلَزَن ِدْبَع اَن
ٍةَرْوُسِباْوُتْأَف ْنِّم هِلْثِم
ْداَو اْوُع َءاَدَهُش ْمُك ْنِم
ِنْوُد ِهللا ْنِإ ْمُتْنُك
َنْيِقِدص. )ةرقبلا: 23 )
Artinya:
“Dan jika kamu (tetap) dalam
keraguan tentang Al-Qur'an
yang Kami wahyukan kepada
hamba Kami (Muhammad),
buatlah satu surat (saja) yang
semisal Al-Qur'an itu dan
ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah, jika kami orang-
orang yang benar” (QS. Al
Baqarah (2): 23)
Sejarah telah membuktikan
bahwa orang-orang Arab
ternyata gagal menandingi Al-
Qur'an. Inilah beberapa
catatan sejarah yang
memperlihatkan kegagalan
itu:
1.Pemimpin Quraisy pernah
mengutus Abu Al-Walid,
seorang sastrawan ulung yang
tiada bandingannya untuk
membuat sesuatu yang mirip
dengan Al-Qur'an ketika Abu
Al-Walid berhadapan dengan
Rasulullah SAW. Yang
membaca surat Fushilat, ia
tercengang mendengar
kehalusan dan keindahan gaya
bahasa Al-Qur'an dan ia pun
kembali pada kaumnya
dengan tangan hampa.
2.Musailamah bin Habib Al
Kadzdzab yang mengaku
sebagai Nabi juga pernah
berusaha mengubah sesuatu
yang mirip dengan ayat-ayat
Al-Qur'an. Ia mengaku bahwa
dirinyapun mempunyai Al-
Qur'an yang diturunkan dari
langit dan dibawa oleh
Malaikat yang bernama
Rahman. Di antara gubahan-
gubahannya yang
dimaksudkan untuk
mendandingi Al-Qur'an itu
adalah antara lain:
ُعَدْفِضاَي ُتْنِب
ِنْيَعَدْفِض ْيِّقَن
َنْيِقَنُتاَم ِكَالْعَأ ىِف
ِءاَملْا ِكُلَفْسَأَو ىِف
ِنْيِّطلا.
Artinya:
“Hai katak, anak dari dua
katak. Bersihkan apa saja
yang akan engkau bersihkan,
bagian atas engkau di air dan
bagian bawah engkau di
tanah”.
Ketika itu pula, ia merobek-
robek apa saja yang telah ia
kumpulkan dan merasa malu
tampil di depan khalayak
ramai. Setelah peristiwa itu ia
mengucapkan kata-katanya
yang masyhur:
ِهللاَواَذه ُعْيِطَتْسَياَم
ُرَشَبلْا ْنَأ اْوُتْأَي
ِهِلْثِمِب
Artinya:
“Demi Allah, siapapun yang
tidak akan mampu
mendatangkan yang sama
dengan Al-Qur'an.”
D.Mukjizat Al-Qur'an Berupa
Gaya Bahasa
Susunan gaya bahasa Al-
Qur'an tidak sama dengan
gaya bahasa karya manusia
yang dikenal masyarakat Arab
saat itu. Al-Qur'an tidaklah
berbentuk syair, tidak pula
berbentuk puisi. Sehubungan
dengan itu, Quraish Shihab
menjelaskan bahwa ciri-ciri
gaya bahasa Al-Qur'an dapat
dilihat pada tiga point:
1.Susunan Kata dan Kalimat
Al-Qur'an
Poin ini menyangkut:
a.Nada dan langgamnya yang
unik
Ayat-ayat Al-Qur'an walaupun
sebagaimana telah ditegaskan
Allah bukan syair atau puisi,
tetapi terasa dan terdengar
mempunyai keunikan dalam
irama dan ritmenya. Hal itu
diakui pula oleh cendekiawan
Inggris, Marmaduke Pickhall,
dalam The Meaning of
Glorious Qur'an. Pickhall
berkata, “Al-Qur'an
mempunyai simfoni yang tiada
taranya sehingga nada-
nadanya dapat menggerakan
manusia untuk menangis dan
bersuka cita.” Hal ini karena
huruf dari kata-kata dalam Al-
Qur'an melahirkan keserasian
bunyi dan kumpulan kata-kata
itu melahirkan keserasian
irama. Bacalah misalnya,
Surat An-Nazilat (79): 1-4
ِتعِزَّنلاَو اًقْرَغ. ِتطِشّنلاَو
اًطْشَن. ِتحِبّسلاَو اًحْبَس.
ِتقِبّسلاَف اًقْبَس.
)تاعزانلا: 1-4 )
b.Singkat dan padat
Contohnya simaklah surat Al-
Baqarah (2) ayat 212
......... ُهللاَو ُقُزْرَي ْنَم
ءآَشَي ِرْيَغِب ٍباَسِح.
)ةرقبلا: 212 )
Ayat ini dapat berarti:
1.Allah memberikan rezeki
kepada siapa yang
dikehendaki tanpa ada yang
berhak mempertanyakan
mengapa Dia memperluas
rezeki seseorang dan
mempersempit yang lain.
2.Allah memberikan rezeki
kepada siapa yang
dikehendaki-Nya tanpa
memperhitungkan pemberian
itu (karena Dia Maha Kaya,
sama dengan seorang yang
tidak memperdulikan
pengeluarannya)
3.Allah memberikan rizki
kepada seseorang yang tidak
menduga rezeki tersebut
4.Allah memberikan rezeki
kepada seseorang tanpa
menghitung terlebih dahulu
secara detil amal-amal orang
itu.
5.Allah memberikan rezeki
kepada seseorang dalam
jumlah yang amat banyak
sehingga yang bersangkutan
tidak mampu menghitungnya.
c.Memuaskan Para Pemikir
dan Orang Awam
Seorang awam akan merasa
puas karena memahami ayat-
ayat Al-Qur'an sesuai dengan
keterbatasannya. Akan tetapi,
ayat yang sama dapat
dipahami dengan luas oleh
filosof alam pengertian baru
yang tidak terjangkau oleh
orang awam.
d.Memuaskan Akal dan Jiwa
Manusia memiliki daya pikir
dan daya rasa atau akal dan
kalbu. Daya pikirnya
memberikan argumentasi-
argumentasi guna mendukung
pandangannya, sedangkan
daya kalbu mengantarkannya
untuk mengekspresikan
keindahan ayat-ayat Al-Qur'an
dan mengembangkan
imajinasinya. Dalam
berbahasa, kedua daya
tersebut sukar dipadamkan
pada saat yang sama. Namun,
Al-Qur'an mampu
menggabungkan keduanya
pada saat yang bersamaan.
e.Keindahan dan Ketepatan
Maknanya
Sebagai contoh, pada surat
Az-Zumar (39) terdapat uraian
tentang orang-orang kafir dan
mukmin yang diantar oleh
para Malaikat ke neraka dan
surga. Bacalah ayat-ayat
berikut:
َقْيَسَو َنْيِذَّلا اوُرَفَك
ىلِا َمَّنَهَج اًرَمُز ىَّتَح
اَهْوُءاَجاَذِا ْتَحِتُف
َلَقَواَهُبوْبَأ ْمُهَل
ْمَلَأاَهُتَنَزَخ ْمُكِتْأَي
ٌلُسُر ْمٌكْنِم َنْوُلْتَي
ْمٌكْيَلَع ِتيا ْمُكِّبَر ....
)رمزلا: 71 )
Artinya:
“Orang-orang kafir dibawa ke
neraka Jahanam berombong-
rombong. Sehingga apabila
mereka sampai ke neraka itu
dibukakanlah pintu-pintunya
dan berkatalah kepada
mereka penjaga-penjaganya,
“Apakah belum pernah datang
kepadamu Rasul-Rasul di
antaramu yang membacakan
kepadamu ayat-ayat Tuhan…”
E.Perbedaan Pendapat
Tentang Aspek-Aspek
Kemukjizatan Al-Qur'an
Pada ulama telah berbeda
pendapat ketika menjelaskan
aspek-aspek kemukjizatan Al-
Qur'an. Perbedaan pendapat
ini dapat dilihat pada uraian
berikut:
1.Menurut Golongan Sharfah
Hingga menjelang abad 3 H.,
term I’jaz masih dipahami oleh
para ulama sebagai keunikan
Al-Qur'an yang tidak dapat
ditiru oleh siapapun. Namun
berkat pengaruh Al-Jahiz,
seorang tokoh Mu’tazilah,
term itu lebih dispesifikasikan
pada gaya retorika Al-Qur’an.
pada perkembangan
selanjutnya, seorang tokoh
Mu’tazilah lainnya, yakni Abu
Ishaq An Nazhzham (w. 231 H.)
, dan tokoh Syi’ah, yakni Al-
Murtadha, berpendapat
bahwa kemukjizatan Al-Qur'an
itu disebabkan karena adanya
sharfah (pemalingan), yakni
Allah sebagaimana
didefinisikan An-Nazhzham
telah memalingkan manusia
untuk menantang Al-Qur'an
dengan cara menciptakan
kelemahan padanya sehingga
tidak dapat mendatangkan
sesuatu yang sama dengan Al-
Qur'an. Seandainya Allah
tidak memalingkan manusia,
demikian kata An-Nazhzham,
niscaya manusia mampu
menandingi Al-Qur'an. Adapun
Al-Murtadha menjelaskan
bahwa Allah telah mencabut
ilmu yang dibutuhkan dalam
bertanding.
Pandangan seperti ini
mendapat dukungan pula dari
tokoh Mu’tazilah lainnya,
seperti Hisyam Al-Fuwatiti (w.
218 H) Abbad bin Ibn Hazm Al-
Andalusi (dari golongan Azh-
Zhahiri). Ibnu Hazm lebih jauh
berpendapat bahwa ketika
berfirman, Allah memberikan
daya yang melemahkan
manusia untuk menandingi Al-
Qur'an. Sementara itu, Ali bin
Isa Ar-Rummani melihat lebih
jauh lagi, yakni bahwa Allah
telah mengalihkan perhatian
umat manusia sehingga
mereka tidak mempunyai
keinginan untuk menyusun
suatu karya untuk menandingi
Al-Qur'an. Membuat orang
tidak tertarik melakukan
rivalitas terhadap kitab suci ini
merupakan suatu yang luar
biasa.
Pendapat tokoh-tokoh besar
Mu’tazilah itu tidak terlepas
dari penghargaan mereka
terhadap kemampuan akal
manusia. Akan tetapi,
pendapat mereka kemudian
dikritik oleh para ulama di
luar Mu’tazilah, dan juga
sebagian ulama Mu’tazilah
sendiri yang melihat
kemukjizatan Al-Qur'an dari
sudut ajarannya, ilustrasi, dan
kebahasaannya.
Pada ulama membantah
paham sharfah tersebut,
mereka menjelaskan bahwa
paham itu telah menuduh
Tuhan menantang seseorang
untuk berbicara, tetapi Dia
memotong atau melemahkan
lidah orang itu terlebih
dahulu. Padahal jika dirunut
dari latar belakang teks-teks
tentang tahaddi (tatanan) Al-
Qur'an, jelaslah bahwa kaum
kafir Quraisy pada waktu saat
itu merasa mampu
mendatangkan kitab serupa
Al-Qur'an meskipun
kenyataannya mereka tidak
berdaya atau tidak berhasil.
Pandangan sharfah ini, kata
mereka, mengimplikasikan
pandangan bahwa sebenarnya
kemukjizatan Al-Qur'an bukan
karena esensi (dzat)-nya,
tetapi karena ada faktor lain,
yakni pemalingan potensi
manusia oleh Tuhan. Dengan
kata lain, paham ini
menjelaskan bahwa Al-Qur'an
bukan mu’jiz bi dzatihi tetapi
mu’jiz bi ghairihi.
Secara rinci Az-Zakarsyi
mengemukakan kelemahan
argumentasi An-Nazhzham
dan Ar-Rummani sebagai
berikut:
a.Firman Allah pada surat Al-
Isra (17) ayat 88
memperlihatkan kelemahan
bangsa Arab menyusun karya
besar yang sejajar dengan Al-
Qur'an. Dan kalau Allah yang
melarang mereka, maka
mu’jiz (kelemahan) itu bukan
Al-Qur'an, tetapi justru Allah
sendiri. Padahal ayat yang
menantang mereka menyusun
karya yang sejajar dengan Al-
Qur'an, bukan untuk
menandingi kebesaran Tuhan.
b.Masyarakat Arab pada saat
itu mungkin saja mampu
membuat karya spesifik yang
pembahasannya sama dengan
Al-Qur'an, tetapi mereka
mengalami kesukaran untuk
menandingi isi dan ilustrasinya
c.Al-Qur'an mengemukakan
hal-hal gaib yang akan terjadi
pada masa yang akan datang
dalam kehidupan ini, di
samping berita-berita alam
akhirat yang akan dialami
manusia kelak. Segala yang
dikemukakan Al-Qur'an
tersebut kemudian terbukti
dalam perjalanan hidup
manusia ini. Misalnya, Allah
memberikan dalam surat An-
Nur (24) ayat 55 bahwa umat
Islam akan menjadi adikuasa
di dunia ini. Hal itu benar-
benar telah terjadi ketika
dinasti Abbasiyah berada
dalam masa kejayaannya dan
ketika muncul tiga kerajaan
besar, yaitu Mughal di India,
Safawi di Persia, dan Turki
Usmani di Turki antara abad
15-17 M. Al-Qur'an juga
memberitahukan pada surat
Ar-Rum (30) ayat 1-2 bahwa
Kerajaan Romawi Timur akan
hancur. Ini terbukti pada abad
ke 14 M., Pasca Abbasiyah,
pada masa kekuasaan Turki
Utsmani
d.Al-Qur'an mengemukakan
kisah-kisah lama yang tidak
terangkat dalam cerita-cerita
Arab, seperti kisah Nabi Nuh,
Nabi Luth, dan Nabi Harun,
serta kisah Nabi lain dan
perlawanan masyarakatnya
terhadap dakwah mereka dan
akibat-akibat perlawanan
tersebut.
Beberapa karakter inilah yang
memperkuat alasan bahwa
kemukjizatan Al-Qur'an bukan
terletak pada kekuasaan
Allah, tetapi justru Al-Qur'an
sendiri yang memiliki
kekuatan yang sedemikian
rupa sehingga masyarakat
Arab tidak mampu
menciptakan karya yang
setara. Oleh sebab itu,
pernyataan, orang-orang
Mu’tazilah yang menyetarakan
Al-Qur'an dengan buku Ad-
Dirar dan At-Talamiyah karya
ibnu Al-Muqaffa adalah
pernyataan yang sangat keliru
dan sesat. Kedua karya
tersebut, menurut Al-Baqilani,
amat jauh dibandingkan
dengan Al-Qur'an dari segi isi,
ilustrasi dan pembahasannya.
2.Menurut Imam Fakhruddin
Aspek kemukjizatan Al-Qur'an
terletak kepada kefasihan,
keunikan redaksi, dan
kesempurnaannya dari segala
bentuk cacat. Sementara itu,
menurut Az-Zamlakani, aspek
kemukjizatan terletak pada
penyusunan yang spesifik.
3.Menurut ibnu Athiyyah
Aspek kemukjizatan Al-Qur'an
yang benar dan yang dianut
oleh mayoritas ulama
diantaranya Al-Haddad-
terletak pada runtutannya,
makna-maknanya yang dalam,
dan kata-katanya yang fasih.
Hal tersebut karena Al-Qur'an
merupakan firman Allah Dzat
Yang Maha Mengetahui. Al-
Qur'an sungguh diliputi oleh
pengetahuan-Nya. Bila urutan-
urutan ayatnya dicermati,
tampaklah keserasian antara
satu ayat dengan ayat yang
mengiringinya. Serasi pula
antara makna satu ayat
dengan ayat yang
mengiringinya. Begitulah yang
terdapat pada Al-Qur'an,
mulai dari pembuka sampai
penutupnya. Manusia diliputi
oleh kebodohan dan kealpaan
sehingga tidak mungkin dapat
melakukan hal yang
menyerupai Al-Qur'an.
4.Menurut Sebagian Ulama
Sebagian ulama berpendapat
bahwa segi kemukjizatan Al-
Qur'an terkandung dalam Al-
Qur'an itu sendiri, yaitu
susunan yang tersendiri dan
berbeda dengan bentuk puisi
orang Arab maupun bentuk
prosanya, baik dalam
permulaan, suku kalimatnya
maupun dalam pengutuasinya
5.Menurut Sebagian Ulama
Lagi
Sebagian ulama lain
berpendapat bahwa segi
kemukjizatan itu terkandung
dalam kata-katanya yang
jelas, redaksinya yang bernilai
sastra dan susunannya yang
indah. Nilai sastra yang
terkandung dalam Al-Qur'an
itu sangat tinggi dan tidak ada
bandingannya.
6.Menurut Ash-Sahabuni
Ash-Shabuni mengemukakan
segi-segi kemukjizatan Al-
Qur'an seperti sebagai
berikut:
a.Susunannya yang indah dan
berbeda dengan karya-karya
yang ada dalam bahasa orang-
orang Arab
b.Adanya uslub (style) yang
berbeda dengan uslub-uslub
bahasa Arab
c.Sifat keagungannya yang tak
memungkinkan seseorang
untuk mendatangkan yang
serupa dengannya
d.Bentuk undang-undang di
dalamnya sangat rinci dan
sempurna melebihi undang-
undang buatan manusia.
e.Mengabarkan hal-hal gaib
yang tidak dapat diketahui,
kecuali melalui wahyu
f.Uraiannya tidak
bertentangan dengan
pengetahuan umum yang
dipastikan kebenarannya
g.Janji dan ancaman yang
dikabarkan benar-benar
terjadi
h.Memenuhi segala kebutuhan
manusia
i.Berpengaruh bagi hati
pengikutnya dan orang-orang
yang memusuhinya
7.Menurut Quraish Shihab
Quraish Shihab memandang
segi-segi kemukjizatan Al-
Qur'an dalam tiga aspek,
yaitu:
a.Aspek keindahan dan
ketelitian redaksi-redaksinya
Dalam Al-Qur'an dijumpai
sekian banyak contoh tentang
keseimbangan yang serasi
antara kata-kata yang
digunakan yaitu:
1.Keseimbangan antara
jumlah kata dan anonimnya
2.Keseimbangan jumlah
bilangan kata dengan
sinonimnya/makna yang
dikandungnya
3.Keseimbangan antara
jumlah bilangan kata dengan
jumlah yang menunjukan
akibatnya
4.Di samping keseimbangan
tersebut, juga keseimbangan
khusus lainnya
b.Berita tentang hal-hal yang
gaib
Sebagaimana ulama
mengatakan bahwa sebagian
mukjizat Al-Qur'an itu adalah
berita gaib. Salah satu
contohnya adalah Fir’aun,
yang mengejar-ngejar Nabi
Musa. Hal ini, diceritakan
dalam surat Yunus (10) ayat
92:
َمْوَيلْاَف َكْيِجْنُن
َكِنَدَبِب َنْوُكَتِل ْنَمِل
َكَفْلَخ ًةَيَأ َّنِإَو اًرْيِثَك
َنِم ِساَّنلا ْنَع
َنْوُلِفغَلاَنِتيأ.
Artinya
“Maka pada hari Kami
selamatkan badanmu supaya
kamu dapat menjadi pelajaran
bagi orang-orang datang
sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda
kekuasaan Kami.”
KESIMPULAN
Dari makalah dapat di ambil
kesimpulan bahwa Al-Qur'an
ini adalah Mukjizat terbesar
yang diberikan Allah kepada
Nabi Muhammad SAW. Kita
tahu bahwa setiap Nabi diutus
Allah selalu dibekali mukjizat
untuk meyakinkan manusia
yang ragu dan tidak percaya
terhadap pesan atau misi yang
dibawa oleh Nabi.
Mukjizat ini selalu dikaitkan
dengan perkembangan dan
keahlian masyarakat yang
dihadapi tiap-tiap Nabi, setiap
mukjizat bersifat menantang
baik secara tegas maupun
tidak, oleh karena itu
tantangan tersebut harus
dimengerti oleh orang-orang
yang ditantangnya itulah
sebabnya jenis mukjizat yang
diberikan kepada para Nabi
selalu disesuaikan dengan
keahlian masyarakat yang
dihadapinya dengan tujuan
sebagai pukulan yang
mematikan bagi masyarakat
yang ditantang tersebut.
Demikianlah dalam hal ini
penulis akhiri makalah ini tak
lupa mohon maaf kepada
semua pihak, kritik dan saran
penulis harapkan demi
perbaikan penulisan makalah
ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aceh Abu Bakar. Sejarah Al-
Qur'an. Ramadhani, Solo.1989
Ash Shiddiqy TM Hasby,
Sejarah dan Pengantar Ilmu
Al-Qur'an, Bulan Bintang
Jakarta. 1994
Baldan nasrudin. Metodologi
Penafsiran Al-Qur'an. Pustaka
pelajar, Yogyakarta. 1998
Ismail Muhammad Bokar.
Dirosat fi Ulum Al-Qur'an, Dar
Al-Manar, Kairo 1991
Marjuki Kamaludin, Ulum Al-
Qur'an. Rosda Karya,
Bandung. 1992
Munawar Said Agil Husain. Al-
I’jaz Al-Qur'an Dan Metodologi
Tafsir.
Rafiqi Mustofa Shadiq. Al-I’jaz
Al-Qur'an. Dar Al-Kitab. Al-
Arabi, Beriut. 1990.
Drs. Rosihan Anwar, M.Ag,
Ilmu Tafsir. Pustaka Setia,
Bandung. 2000
Drs. Rosihan Anwar, M.Ag,
Ulumul Qur'an. Pustaka Setia,
Bandung. 2000